BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan langkah awal untuk
membentuk karakter anak sedini mungkin dan mengetaahui serta menumbuh kembang
bakat serta minat (kompetensi) anak usia dini.Pendidikan anak usia dini juga
memudahkan anak dalam menempuh jenjang pendidikan lebih lanjut. Seperti yang
kita ketahui pendidikan anak usia dini(PAUD) memiliki beberapa metode,berbicara
tentang metode kontemporal banyak sekali isu-isu kritis tentang kontemporal
PAUD. Isu-isu ini bersifat sementara, tetapi jika direspon dapat berpengaruh
terhadap pertumbuhan program PAUD dimasa depan.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah pengertian isu-isu kritis dan problematis paud kontemporer?
2.
Apa pengaruh guru-guru paud dan ibu-ibu pengangguran?
3.
Bagaimana kesenjangan hak dan kewajiban guru paud?
4.
Apa pengaruh wajib belajar 12 tahun yang dimulai dari TK/RA?
C.
TUJUAN PENULISAN
1.
Untuk mengetahui maksud dari isu-isu kritis dan problematis paud
kontemporer.
2.
Untuk mengetahui pengaruh guru-guru paud dan ibu-ibu pengangguran.
3.
Untuk mengetahui bagaimana kesenjangan hak dan kewajiban guru paud.
4.
Untuk mengetahui pengaruh wajib belajar 12 tahun yang dimulai dari
TK/RA.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN ISU DAN PROBLEMATIKA PAUD KONTEMPORER
Berdasarkan Undang-Undang no. 20
tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional berkaitan dengan pendidikan anak
usia dini tertulis pada pasal 28 ayat satu yang berbunyi “pendidikan anak usia
dini di selenggarakan bagi anak sejak lahir sampai dengan 6 tahun dan bukan
merupakan persyaratan untuk mengikuti pendidikan dasar”.
Pendidkan anak usia dini merupakan
salah satu bentuk penyelenggaraan pendidik yang menitik beratkan pada peletakan
dasar kearah pertumbuhan dan perkembangan fisik koordinasi motorik halus dan
kasar, kecerdasan sosio emosional, bahasa dan komunikasi, sesuai dengan
keunikan tahap-tahap perkembangan yang dilalui anak usia dini.
Isu adalah suatu hal atau trending topik yang sedang dibicarakan
saat ini yang bersifat kekinian, atau sementara tetapi jika di respon dapat
berpengaruh terhadap pertumbuhan program PAUD di masa depan.
Oleh karena itu merespon isu-isu kritis di PAUD menjadi hal yang
sangat penting. Jadi dapat disimpulkan bahwa isu PAUD kontemporer maksudnya
membahas tentang pendidikan anak usia dini yang sedang berkembang sekarang.
Problematika adalah
permasalahan-permasalahan yang terdapat di lembaga PAUD itu sendiri yang
mengarah baik dalam hal positif maupun negatif, dan pada dasarnya dengan adanya
problematika ilmu tentang PAUD akan berkembang.
B.
DIKOTOMI PAUD DAN TPQ
Istilah “otak”
untuk menyebut kecerdasan anak yang digunakan Neurosains dipahami secara sempit
oleh karangan praktisi pendidikan.khususnya praktisi
PAUD.Implikasinya,pengelolaan PAUD terutama TPA (0-2 tahun) dan KB (2-4tahun)
lebih condong untuk berintegrasi dengan posyandu (POSPAUD) dari pada taman
pendidikan Al-Qur’an (TPQ) padahal,posyandu hanya mengontrol kesehatan atau
jasmani anak,termasuk otak anak.TPQ telah mempunyai basis edukasi secara
memadai bahkan kurikulum yang telah ada diselaraskan dengan fitrah, potensi, maupun
karakter anak, sehingga tumbuh kembang anak tidak sebatas fisik sebagaimana dalam
posyandu.melainkan sosial emosional, fisik motorik dan lain sebagainya.
C.
GURU-GURU PAUD DAN IBU-IBU PENGANGGURAN
Integrasi PAUD (khususnya KB dan TPA) dengan posyandu (POSPAUD)
telah mengubah kesan dari lembaga edukasi yang seharusnya dibina oleh guru
profesional menjadi lembaga pengasuhan bahkan penitipan anak yang menuntut
seorang pengasuhan, bukan pendidik. Akibatnya, guru-guru lembaga PAUD didominasi
oleh ibu-ibu rumah tangga pengangguran, khususnya ibu RT dan ibu RW serta ibu
Dukuh yang tidak mempunyai kompetisi sebagai pendidik profesional. Fenomena ini
berimplikasi pada pendirian paud di desa-desa oleh ibu-ibu PKK dan gurunya
adalah pendirinya itu sendiri.
Pertumbuhan PAUD yang dipelopori ibu-ibu pengangguran, termasuk PKK
di samping memenuhi tuntunan wanita karier mengandung bahaya besar bagi masa
depan anak bangsa karena mereka akan diasuh oleh orang-orang yang tidak
berkompeten sama sekali. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa jika sebuah
urusan tidak dipegang oleh ahlinya, maka tunggulah kehancurannya. Dalam konteks
ini, anak-anak mengalami goncangan psikologis yang sangat serius.
Guru-guru PAUD di Jepang (dan lain-lain) justru dipilih guru SDM
yang berkualifikasi minimal S-3 (doktor). Semakin senior jabatan guru, semakin
rendah jenjang pendidikan yang diampu. Misal, dosen senior harus mengajar di
SMA, guru senior SMA harus mengajar di SMP, guru senior SMP harus mengajar di
SD. Artinya guru PAUD di luar Indonesia jauh lebih “bermartabat” dari guru yang
lain.
D.
KESENJANGAN HAK DAN KEWAJIBAN GURU PAUD
Implikasi lebih lanjut dari realitas guru PAUD di atas adalah
kesenjangan hak dan kewajiban antara guru PAUD dengan guru non-PAUD. Hak guru
PAUD lebih kecil daripada hak guru non-PAUD. Padahal, kewajiban guru PAUD lebih
besar dari pada guru non-PAUD. Pasalnya, guru PAUD bukan hanya sekadar mengajar
atau mendidik, melainkan juga mengasuh, mengasah, dan mengasihi (asih, asuh dan
asah : 3A). Tugas ini jelas berbeda dengan guru non-PAUD yang ketika di kelas
atau di sekolah hanya mengajar atau mendidik. Terlebih lagi, guru (ustadz) TPQ
hampir tidak mendapatkan haknya sebagai guru, meskipun memenuhi kompetensi yang
khas. Artinya, kewajiban beban kerja guru PAUD dan TPQ lebih besar tetapi
haknya lebih kecil. Akibatnya, guru PAUD sekadar dari pada pengangguran. Jika
hal ini dibiarkan, yang terjadi adalah banyaknya guru-guru PAUD yang hanya
pelarian ibu-ibu PKK yang pengangguran.
Di sisi lain, biaya pendidikan PAUD sangat mahal, jauh melebihi
pendidikan dasar. Akibatnya, justru banyak orangtua yang tidak mampu
menyekolahkan anak-anaknya di lembaga PAUD dan menunggu hingga usia 6 tahun
kemudian langsung masuk SD karena gratis. Hal ini berimplikasi secara langsung terhadap
masa keemasan anak (golden ages) yang secara otomatis terlewatkan. Jika hal ini
dibiarkan akan semakin banyak anak yang menyianyiakan masa keemasannya. Di luar
negeri, gaji guru PAUD bisa mencapai dua kali lipat dari gaji guru pada umumnya.
Hal ini sesuai dengan sistem pendidikan di sana yang mensyaratkan guru PAUD
serendah-rendahnya berkualifikasi S-3 atau doktor. Meskipun demikian, dengan
beban akademik guru-guru PAUD di Indonesia yang sedemikian berat, perlu
dipertimbangkan kesetaraan dan keadilan hak maupun kewajibannya.
E.
WAJIB BELAJAR 12 TAHUN , DIMULAI DARI TK/RA
Mengingat keterbatasan para akademis,
khususnya pada jenjang PAUD terhadap temuan temuan neurosains sehingga
memosisikan PAUD sebatas “lembaga pengasuhan anak” maka ketika ada isu wajib
belajar 12 tahun, wacana yang berkembang adalah pendidikan SD/MI, SMP/MTs, dan
SMA/MA/SMK gratis. Wacana tentang PAUD tidak mampu mendekat, terlebih lagi
masuk mendekat, terlebih lagi masuk dalam pusaran arus isu tersebut. padahal
masa paling menentukan keberhasilan hidup manusia justru pada 5 tahun pertama
dalam kehidupannya, dan itu ada di lembaga PAUD yang sangat mahal di negeri
ini. Oleh karena itu, penelitian ini sekaligus memberikan wacana lain bahwa
program wajib belajar 12 tahun bisa ditarik ke belakang, yakni dari PAUD, atau
TK/RA hingga SD/MI, dan SMP/MTs. Jika wacana ini dapat memengaruhi pengambilan
kebijakan, implikasi yang akan ditimbulkan adalah biaya pendidikan PAUD dapat
dibebaskan, guru PAUD setara dengan guru-guru lain yang secara otomatis banyak
guru PNS di PAUD dan mendapat hak yang layak, Guru (ustadz) TPQ akan mendapat
haknya sebagai guru, terpeliharanya masa keemasan anak sehingga potensinya
dapat dioptimalkan.
F.
MOMENTUM EMAS, MEMBANGUN KARAKTER BANGSA SEJAK DINI
Sigmund Freud mengatakan “The
Child is The Father of The Man”, bahwa masa dewasa seseorang sangat ditentukan
dan dipengaruhi oleh pengalaman masa kecilnya. Senada dengan Freud, Hurlocke
menyatakan bahwa kenakalan remaja bukan fenomena baru dari masa remaja, melainkan
suatu lanjutan dari pola perilaku asosiasi yang mulai pada masa kanak-kanak.
Sudah semenjak usia 2-3 tahun ada kemungkinan mengenali anak yang kelak menjadi
remaja yang nakal atau tidak (Hurlocke: 1993). Berdasarkan pada penelitian para
psikolog Universitas Otago di Dunedin New Zealand, terhadap anak-anak usia 3
tahun yang diamati kepribadiannya hingga usia 18, 21 dan 26 tahun. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa anak-anak yang ketika usia 3 tahun telah didiagnosa
sebagai uncontrolable toddlers (anak yang sulit diatur, pemarah,
pembangkang) ternyata ketika usia 18 tahun menjadi remaja yang bermasalah,
agresif dan memiliki masalah dalam pergaulan. Pada usia 2 tahun mereka sulit
membina hubungan sosial dengan orang lain, dan sebagian terlibat dalam kegiatan
kriminal. Sebaiknya anak-anak yang awalnya well-adjusted toddlers,
ternyata setelah dewasa menjadi orang-orang yang berhasil dan sehat jiwanya.
Berdasarkan hasil kajian psikologi
diatas, dapat ditegaskan bahwa waktu yang paling tepat untuk dimulainya
pendidikan karakter adalah usia dini, yakni pada jenjang PAUD. Jika manusia
berkarakter adalah insan kamil, sementara unsur-unsur insan kamil adalah jasmani,
rohani, dan akal, atau Aql, Nafs, Qolb-Ruh,maka neurosains mengatakan bahwa
manusia berkarakter adalah manusia yang optimalisasi ketiga fungsi otaknya
(kanan, kiri, dan tengah) seimbang. Oleh karena itu, pendidikan karakter adalah
pendidikan yang mampu mengoptimalisasikan berbagai unsur tersebut secara
seimbang. Penyeimbangan itu berlangsung dalam PAUD melalui bermain, bernyanyi
dan bercerita.
G.
PROGRAM PAUD MASA DEPAN
1.
GERAKAN GENDER DAN TUNTUTAN WANITA KARIER
Gerakan gender (kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan)
telah berimplikasi pada perubahan pendidikan informal dan nonformal secara
besar besaran. Gerakan ini dipelopori oleh kaum perempuan yang merasa tertindas
oleh sosio-kultur masyarakat tertentu, termasuk kaum laki-laki.
Dalam sosio-kultur masyarakat tetentu, perempuan identik dengan “sumur,
dapur, dan kasur”.artinya, tugas utama perempuan adalah dibelakang rumah
(dalam tradisi Jawa, sumur selalu dibelakang rumah). Tugas kedua adalah “dapur”
yakni memasak, termasuk mengasuh anak-anak dan menyiapkan makanan untuk suami
dan anak-anak mereka. Tugas ketiga “kasur” yakni melayani kebutuhan batin
suami. Disamping itu, perempuan juga dikodratkan atas dua hal, yakni mengandung
dan menyusui. Implikasi dari dua kodrat atas perempuan ini adalah pengasuhan
anak. Artinya karena perempuan adalah yang mengandung dan menyusui anak, maka
perempuanlah yang dipandang sebagai orang yang paling mampu mendidik anak.
Implikasinya dalam pendidikan anak adalah tugas utama pendidikan
anak tidak boleh dibebankan kepada perempuan semata, artinya lelaki mendapat
hak yang sama atas pengasuhan anak.
Gerakan gender ini telah berimplikasi pada gelombang paradigma
wanita karier secara besar-besaran. Dengan alasan kesetaraan hak dan peran,
terlebih lagi dibumbui dengan alasan ekonomi keluarga, sebagian perempuan telah
memantapkan kakinya di jalan karier (kerja pagi pulang sore). Implikasi lebih
lanjut adalah pergeseran pola asuh anak-anak dari keluarga ke pembantu rumah
tangga.
2.
PAUD FULL DAYS SCHOOL
Selama ini, di Indonesia,
gerakan gender didominasi oleh kalangan intelektual. Artinya, sebagian besar
perempuan yang menuntut kesetaraan hal atau peran ini adalah para perempuan
berpendidikan. Selain itu, rata-rata mereka menemukan pasangan hidup laki-laki
dengan tingkat pendidikan tinggi sera ekonomi mapan sehingga membentuk keluarga
elit.
Sebagai
keluarga elit, mereka tidak kesulitan dengan adanya pengasuhan anak di
rumahnya. Namun sebagian besar mereka tidak sepenuhnya mempercayakan pengasuhan
anak mereka kepada pembantu rumah tangga. Oleh karena itu, mereka cenderung
memasukan anak mereka ke tempat penitipan anak (TPA) full day. Kecenderungan
keluarga elit inilah yang memicu menjamurnya Tempat Penitipan Anak (TPA) dan
PAUD seharian penuh dengan dengan biaya yang sangat mahal. Dengan demikian,
menjamurnya PAUD di Indonesia sebenarnya berakar dari gerakan gender dan
tuntutan karier yang didukung oleh kalangan (keluarga) elit dengan tingkat
pendidikan yang memadai serta ekonomi yang mapan.
3.
PAUD YANG SEMAKIN AKADEMIS
Implikasi dari
tuntutan ini adalah perubahan arah PAUD yang semula sebagai layanan
perkembangan anak menjadi layanan edukasi dengan muatan akademik yang sangat
tinggi. Hal ini diperparah oleh kurangnya pengetahuan orang tua terhadap
perkembangan anak, sehingga mereka cenderung menganggap anak sebagai “orang
dewasa berukuran kecil”. Semakin akademis, anak dianggap cerdas. Padahal anak
jenjang PAUD belum saatnya dikenalkan dengan dunia akademis. Bahkan dengan
semakin akademisnya anak di lembaga PAUD, bukan membuat anak semakin senang,
melainkan hanya menyenangkan orang tuanya. Padahal, secara psikologi anak
merasa tertekan karena masa-masa ini adalah masa-masa bermain. Inti permainan
adalah mencari kepuasan atau kesenangan. Tentu hal ini berbanding terbalik
dengan pelajaran yang membuat anak merasa sangat terbebani karena anak usia
dini belum saatnya belajar, melainkan bermain.
4.
MERANCANG PROGRAM PAUD DI MASA DEPAN
a.
PAUD TERDAHULU
Mengenai
kondisi PAUD terdahulu, telah dijelaskan pada bagian terdahulu, khususnya
sejarah PAUD. Poin ini hanya menegaskan bahwa pertumbuhan PAUD yang semakin
pesat berimplikasi pada perubahan di segala bidang. Hal ini dapat dimaklumi
karena perubahan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti tingkat ekonomi
keluarga, kemajuan sains dan teknologi, peran orang tua di lembaga PAUD,
politik pendidikan yang semakin besar memberi dukungan pada PAUD, dan lain
sebagainya. berbagai faktor ini secara langsung berimplikasi pada perubahan
PAUD dari waktu ke waktu.
b.
PERTUMBUHAN PAUD SAAT INI
Jika diamati
secara seksama, kondisi PAUD di Indonesia saat ini setidaknya menunjukkan lima
gejala baru.
Pertama,
tumbuhnya kesadaran orang tua akan
pentingnya usia emas anak (golden ages) sehingga mereka berbondong-bondong
memasukkan anak mereka di lembaga PAUD.
Kedua, PAUD sekarang jauh lebih akademis daripada PAUD sepuluh tahun yang
lalu.
Ketiga,
PAUD sekarang lebih berorientasi
pada pengembangan sains anak dan matematika daripada humanitas atau sosial anak.
Keempat,
semakin banyak lembaga PAUD yang
menyediakan layanan sehari penuh atau full days school.
Kelima,
program-program PAUD sekarang jauh
lebih menantang mental dan pikiran anak daripada program sepuluh tahun yang
lalu.
c.
ARAH BARU PAUD MASA DEPAN
1.
Akademis vs Humanis
Artinya,
lembaga-lembaga PAUD saat ini dan yang akan datang mengalami kebingungan antara
memenuhi kebutuhan perkembangan anak secara sosial dengan memenuhi kebutuhan
akademis. Masuknya pembelajaran sains dan matematika awal, termasuk penekanan pada
kemampuan membaca, menulis, dan berhitung telah menyita energi guru dan anak
sehingga sedikit mengesampingkan perkembangan sosial anak.
2.
Semakin Inklusif
PAUD ke depan
akan semakin inklusif, tetapi secara institusional PAUD kurang menyediakan
failitas edukasi bagi anak berkebutuhan khusus. Hal ini ditopang UU pendidikan
yang menyatakan bahwa PAUD tidak boleh menolak anak berkebutuhan khusus.
Konsekuensinya, kembaga PAUD harus menyediakan fasilitas bagi mereka. Namun
dalam realitanya hingga sekarang, lembaga-lembaga PAUD belum siap menghadapi
kenyataan inklusifitas anak didik ini. Implikasinya, anak-anak berkebutuhan
khusus di lembaga-lembaga PAUD akan menjadi anak marginal yang selalu kalah
dengan anak-anak normal pada umumnya. Artinya, penyamarataan masuk di lembaga
PAUD antara anak berkebutuhan khusus dengan anak yang tidak berkebutuhan khusus
justru menimbulkan kesenjangan di dalam kelas. Namun demikian, memisahkan
anak-anak berkebutuhan khusus secara parsial juga semakin mempertegas
kesenjangan di antara mereka. Oleh karena itu, persamaan hak memasuki PAUD
harus diimbangi dengan fasilitas yang mendukung, termasuk sikap guru yang adil
di antara mereka.
3.
Beragamnya PAUD yang semakin akademis
PAUD menunjukan
akademis yang semakin kuat. Hal ini di tandai oleh tuntutan masyarakat (orang
tua) terhadap lembaga-lembaga PAUD agar anaknya memiliki kemampuan membaca,
menulis, dan berhitung lebih awal. Bahkan mereka berpandangan bahwa salah satu
indikasi PAUD yang berkualitas adalah “PAUD yang mampu mengantarkan anak didiknya
mampu membaca, menulis, dan berhitung lebih awal”. Hal ini menimbulkan
persoalan karena banyak penelitian menunjukkan bahwa kemampuan membaca sejak
dini tidak berkaitan dengan prestasi akademik anak pada jenjang pendidkan
selanjutnya. Bahkan terdapat
dikecenderungan adanya “kejenuhan kognitif” pada anak-anak berkemampuan
membaca lebih dini. Artinya, anak-anak yang diorientasikan agar mampu membaca,
menulis, dan berhitung sejak dini, terancam “bosan belajar” di perguruan tinggi
sehingga prestasi akademiknya berbanding terbalik dengan prestasi akademik pada
jenjang pendidkan sebelumnya.
4.
Dukungan menyeluruh
Pendekatan
ekologi dalam pendidikan anak usia dini semakin menguat. Manifestasi pendekatan
ini adalah terbentuknya kerja sama antara lembaga PAUD dengan organisasi
profesional, seperti dokter anak, klinik perkembangan, ahli gizi, psikologi
anak, dan lain sebagainya. program- program PAUD ke depan akan semakin kompleks
dalam pelayanan kepada anak. Bahkan, berbagai pelayanan edukasi tersebut
ditangani langsung oleh para profesional di bidangnya masing-masing.
5.
Meningkatnya minat orang tua (khususnya orang tua berkarier) untuk
memasukkan anak-anak mereka ke lembaga PAUD full days school atau tempat pengasuhan
anak sehari penuh. Mereka rela merogoh saku lebih dalam demi masa depan anak
yang lebih mencerdaskan.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk
penyelenggaraan pendidik yang menitik beratkan pada peletakan dasar kearah
pertumbuhan dan perkembangan fisik koordinasi motorik halus dan kasar,
kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual),
bahasa dan komunikasi sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang
dilalui anak usia dini. Isu adalah suatu hal atau trending topic yang sedang
dibicarakan saat ini yang bersifat kekinian, tetapi jika direspon dapat
berpengaruh terhadap pertumbuhan program PAUD dimasa depan. Oleh karena
itu,merespon isu-isu kritis didalam PAUD menjadi hal yang sangat penting. PAUD
kontemporer maksudnya membahas tentang pendidikan anak usia dini yang sedang
berkembang sekarang. Problematika adalah permasalahan-permasalahan yang
terdapat dilembaga dasarnya dengan adanya problematika ilmu tentang PAUD akan
berkembang.
B.
SARAN
Diharapkan guru PAUD dapat memahami perkembangan anak sesuai dengan
kebutuhan peserta didik sehingga bisa menerapkan pembelajaran yang sesuia
dengan konsep dasar anak usia dini untuk membantu perkembangan anak. Diperlukan
antusialisme guru dalam memahami sikap individu tentang isu-isu problematika
dalam PAUD kontemporer sehingga proses belajar dapat berlangsung secara
optimal. Dalam pengumpulan materi di atas tentunya kami banyak mengalami kekurangan
dan kesalahan, oleh karena itu hendaknya pembaca memberikan tanggapan dan
tambahan terhadap makalah kami, sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Sudjud, Aswarni. 1997. Konsep Pendidkan Prasekolah,
Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.
Sriningsih, Nining. 2011. Hand Out Mata Kuliah Konsep Dasar
Pendidikan Anak Usia Dini. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Dewantara, Ki Hadjar. 1962. Pendidikan. Yogyakarta: Yayasan
Luhur Taman Siswa.