Powered By Blogger

Kamis, 22 Desember 2022

Isu-Isu Kritis dan Kontemporer

 BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan langkah awal untuk membentuk karakter anak sedini mungkin dan mengetaahui serta menumbuh kembang bakat serta minat (kompetensi) anak usia dini.Pendidikan anak usia dini juga memudahkan anak dalam menempuh jenjang pendidikan lebih lanjut. Seperti yang kita ketahui pendidikan anak usia dini(PAUD) memiliki beberapa metode,berbicara tentang metode kontemporal banyak sekali isu-isu kritis tentang kontemporal PAUD. Isu-isu ini bersifat sementara, tetapi jika direspon dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan program PAUD dimasa depan.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Apakah pengertian isu-isu kritis dan problematis paud kontemporer?

2.      Apa pengaruh guru-guru paud dan ibu-ibu pengangguran?

3.      Bagaimana kesenjangan hak dan kewajiban guru paud?

4.      Apa pengaruh wajib belajar 12 tahun yang dimulai dari TK/RA?

C.    TUJUAN PENULISAN

1.      Untuk mengetahui maksud dari isu-isu kritis dan problematis paud kontemporer.

2.      Untuk mengetahui pengaruh guru-guru paud dan ibu-ibu pengangguran.

3.      Untuk mengetahui bagaimana kesenjangan hak dan kewajiban guru paud.

4.      Untuk mengetahui pengaruh wajib belajar 12 tahun yang dimulai dari TK/RA.


BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    PENGERTIAN ISU DAN PROBLEMATIKA PAUD KONTEMPORER

Berdasarkan Undang-Undang no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional berkaitan dengan pendidikan anak usia dini tertulis pada pasal 28 ayat satu yang berbunyi “pendidikan anak usia dini di selenggarakan bagi anak sejak lahir sampai dengan 6 tahun dan bukan merupakan persyaratan untuk mengikuti pendidikan dasar”.

Pendidkan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidik yang menitik beratkan pada peletakan dasar kearah pertumbuhan dan perkembangan fisik koordinasi motorik halus dan kasar, kecerdasan sosio emosional, bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan tahap-tahap perkembangan yang dilalui anak usia dini.

Isu adalah suatu hal atau trending topik yang sedang dibicarakan saat ini yang bersifat kekinian, atau sementara tetapi jika di respon dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan program PAUD di masa depan.

Oleh karena itu merespon isu-isu kritis di PAUD menjadi hal yang sangat penting. Jadi dapat disimpulkan bahwa isu PAUD kontemporer maksudnya membahas tentang pendidikan anak usia dini yang sedang berkembang sekarang.

Problematika adalah permasalahan-permasalahan yang terdapat di lembaga PAUD itu sendiri yang mengarah baik dalam hal positif maupun negatif, dan pada dasarnya dengan adanya problematika ilmu tentang PAUD akan berkembang.

B.     DIKOTOMI PAUD DAN TPQ

Istilah “otak” untuk menyebut kecerdasan anak yang digunakan Neurosains dipahami secara sempit oleh karangan praktisi pendidikan.khususnya praktisi PAUD.Implikasinya,pengelolaan PAUD terutama TPA (0-2 tahun) dan KB (2-4tahun) lebih condong untuk berintegrasi dengan posyandu (POSPAUD) dari pada taman pendidikan Al-Qur’an (TPQ) padahal,posyandu hanya mengontrol kesehatan atau jasmani anak,termasuk otak anak.TPQ telah mempunyai basis edukasi secara memadai bahkan kurikulum yang telah ada diselaraskan dengan fitrah, potensi, maupun karakter anak, sehingga tumbuh kembang anak tidak sebatas fisik sebagaimana dalam posyandu.melainkan sosial emosional, fisik motorik dan lain sebagainya.

C.    GURU-GURU PAUD DAN IBU-IBU PENGANGGURAN

Integrasi PAUD (khususnya KB dan TPA) dengan posyandu (POSPAUD) telah mengubah kesan dari lembaga edukasi yang seharusnya dibina oleh guru profesional menjadi lembaga pengasuhan bahkan penitipan anak yang menuntut seorang pengasuhan, bukan pendidik. Akibatnya, guru-guru lembaga PAUD didominasi oleh ibu-ibu rumah tangga pengangguran, khususnya ibu RT dan ibu RW serta ibu Dukuh yang tidak mempunyai kompetisi sebagai pendidik profesional. Fenomena ini berimplikasi pada pendirian paud di desa-desa oleh ibu-ibu PKK dan gurunya adalah pendirinya itu sendiri.

Pertumbuhan PAUD yang dipelopori ibu-ibu pengangguran, termasuk PKK di samping memenuhi tuntunan wanita karier mengandung bahaya besar bagi masa depan anak bangsa karena mereka akan diasuh oleh orang-orang yang tidak berkompeten sama sekali. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa jika sebuah urusan tidak dipegang oleh ahlinya, maka tunggulah kehancurannya. Dalam konteks ini, anak-anak mengalami goncangan psikologis yang sangat serius.

Guru-guru PAUD di Jepang (dan lain-lain) justru dipilih guru SDM yang berkualifikasi minimal S-3 (doktor). Semakin senior jabatan guru, semakin rendah jenjang pendidikan yang diampu. Misal, dosen senior harus mengajar di SMA, guru senior SMA harus mengajar di SMP, guru senior SMP harus mengajar di SD. Artinya guru PAUD di luar Indonesia jauh lebih “bermartabat” dari guru yang lain.

D.    KESENJANGAN HAK DAN KEWAJIBAN GURU PAUD

Implikasi lebih lanjut dari realitas guru PAUD di atas adalah kesenjangan hak dan kewajiban antara guru PAUD dengan guru non-PAUD. Hak guru PAUD lebih kecil daripada hak guru non-PAUD. Padahal, kewajiban guru PAUD lebih besar dari pada guru non-PAUD. Pasalnya, guru PAUD bukan hanya sekadar mengajar atau mendidik, melainkan juga mengasuh, mengasah, dan mengasihi (asih, asuh dan asah : 3A). Tugas ini jelas berbeda dengan guru non-PAUD yang ketika di kelas atau di sekolah hanya mengajar atau mendidik. Terlebih lagi, guru (ustadz) TPQ hampir tidak mendapatkan haknya sebagai guru, meskipun memenuhi kompetensi yang khas. Artinya, kewajiban beban kerja guru PAUD dan TPQ lebih besar tetapi haknya lebih kecil. Akibatnya, guru PAUD sekadar dari pada pengangguran. Jika hal ini dibiarkan, yang terjadi adalah banyaknya guru-guru PAUD yang hanya pelarian ibu-ibu PKK yang pengangguran.

Di sisi lain, biaya pendidikan PAUD sangat mahal, jauh melebihi pendidikan dasar. Akibatnya, justru banyak orangtua yang tidak mampu menyekolahkan anak-anaknya di lembaga PAUD dan menunggu hingga usia 6 tahun kemudian langsung masuk SD karena gratis. Hal ini berimplikasi secara langsung terhadap masa keemasan anak (golden ages) yang secara otomatis terlewatkan. Jika hal ini dibiarkan akan semakin banyak anak yang menyianyiakan masa keemasannya. Di luar negeri, gaji guru PAUD bisa mencapai dua kali lipat dari gaji guru pada umumnya. Hal ini sesuai dengan sistem pendidikan di sana yang mensyaratkan guru PAUD serendah-rendahnya berkualifikasi S-3 atau doktor. Meskipun demikian, dengan beban akademik guru-guru PAUD di Indonesia yang sedemikian berat, perlu dipertimbangkan kesetaraan dan keadilan hak maupun kewajibannya.

 

E.     WAJIB BELAJAR 12 TAHUN , DIMULAI DARI TK/RA

Mengingat keterbatasan para akademis, khususnya pada jenjang PAUD terhadap temuan temuan neurosains sehingga memosisikan PAUD sebatas “lembaga pengasuhan anak” maka ketika ada isu wajib belajar 12 tahun, wacana yang berkembang adalah pendidikan SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA/SMK gratis. Wacana tentang PAUD tidak mampu mendekat, terlebih lagi masuk mendekat, terlebih lagi masuk dalam pusaran arus isu tersebut. padahal masa paling menentukan keberhasilan hidup manusia justru pada 5 tahun pertama dalam kehidupannya, dan itu ada di lembaga PAUD yang sangat mahal di negeri ini. Oleh karena itu, penelitian ini sekaligus memberikan wacana lain bahwa program wajib belajar 12 tahun bisa ditarik ke belakang, yakni dari PAUD, atau TK/RA hingga SD/MI, dan SMP/MTs. Jika wacana ini dapat memengaruhi pengambilan kebijakan, implikasi yang akan ditimbulkan adalah biaya pendidikan PAUD dapat dibebaskan, guru PAUD setara dengan guru-guru lain yang secara otomatis banyak guru PNS di PAUD dan mendapat hak yang layak, Guru (ustadz) TPQ akan mendapat haknya sebagai guru, terpeliharanya masa keemasan anak sehingga potensinya dapat dioptimalkan.

F.     MOMENTUM EMAS, MEMBANGUN KARAKTER BANGSA SEJAK DINI

Sigmund Freud mengatakan “The Child is The Father of The Man”,  bahwa masa dewasa seseorang sangat ditentukan dan dipengaruhi oleh pengalaman masa kecilnya. Senada dengan Freud, Hurlocke menyatakan bahwa kenakalan remaja bukan fenomena baru dari masa remaja, melainkan suatu lanjutan dari pola perilaku asosiasi yang mulai pada masa kanak-kanak. Sudah semenjak usia 2-3 tahun ada kemungkinan mengenali anak yang kelak menjadi remaja yang nakal atau tidak (Hurlocke: 1993). Berdasarkan pada penelitian para psikolog Universitas Otago di Dunedin New Zealand, terhadap anak-anak usia 3 tahun yang diamati kepribadiannya hingga usia 18, 21 dan 26 tahun. Hasil tersebut menunjukkan bahwa anak-anak yang ketika usia 3 tahun telah didiagnosa sebagai uncontrolable toddlers (anak yang sulit diatur, pemarah, pembangkang) ternyata ketika usia 18 tahun menjadi remaja yang bermasalah, agresif dan memiliki masalah dalam pergaulan. Pada usia 2 tahun mereka sulit membina hubungan sosial dengan orang lain, dan sebagian terlibat dalam kegiatan kriminal. Sebaiknya anak-anak yang awalnya well-adjusted toddlers, ternyata setelah dewasa menjadi orang-orang yang berhasil dan sehat jiwanya.

Berdasarkan hasil kajian psikologi diatas, dapat ditegaskan bahwa waktu yang paling tepat untuk dimulainya pendidikan karakter adalah usia dini, yakni pada jenjang PAUD. Jika manusia berkarakter adalah insan kamil, sementara unsur-unsur insan kamil adalah jasmani, rohani, dan akal, atau Aql, Nafs, Qolb-Ruh,maka neurosains mengatakan bahwa manusia berkarakter adalah manusia yang optimalisasi ketiga fungsi otaknya (kanan, kiri, dan tengah) seimbang. Oleh karena itu, pendidikan karakter adalah pendidikan yang mampu mengoptimalisasikan berbagai unsur tersebut secara seimbang. Penyeimbangan itu berlangsung dalam PAUD melalui bermain, bernyanyi dan bercerita.

G.    PROGRAM PAUD MASA DEPAN

1.      GERAKAN GENDER DAN TUNTUTAN WANITA KARIER

Gerakan gender (kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan) telah berimplikasi pada perubahan pendidikan informal dan nonformal secara besar besaran. Gerakan ini dipelopori oleh kaum perempuan yang merasa tertindas oleh sosio-kultur masyarakat tertentu, termasuk kaum laki-laki.

Dalam sosio-kultur masyarakat tetentu, perempuan identik dengan “sumur, dapur, dan kasur”.artinya, tugas utama perempuan adalah dibelakang rumah (dalam tradisi Jawa, sumur selalu dibelakang rumah). Tugas kedua adalah “dapur” yakni memasak, termasuk mengasuh anak-anak dan menyiapkan makanan untuk suami dan anak-anak mereka. Tugas ketiga “kasur” yakni melayani kebutuhan batin suami. Disamping itu, perempuan juga dikodratkan atas dua hal, yakni mengandung dan menyusui. Implikasi dari dua kodrat atas perempuan ini adalah pengasuhan anak. Artinya karena perempuan adalah yang mengandung dan menyusui anak, maka perempuanlah yang dipandang sebagai orang yang paling mampu mendidik anak.

Implikasinya dalam pendidikan anak adalah tugas utama pendidikan anak tidak boleh dibebankan kepada perempuan semata, artinya lelaki mendapat hak yang sama atas pengasuhan anak.

Gerakan gender ini telah berimplikasi pada gelombang paradigma wanita karier secara besar-besaran. Dengan alasan kesetaraan hak dan peran, terlebih lagi dibumbui dengan alasan ekonomi keluarga, sebagian perempuan telah memantapkan kakinya di jalan karier (kerja pagi pulang sore). Implikasi lebih lanjut adalah pergeseran pola asuh anak-anak dari keluarga ke pembantu rumah tangga.

2.      PAUD FULL DAYS SCHOOL

Selama ini, di Indonesia, gerakan gender didominasi oleh kalangan intelektual. Artinya, sebagian besar perempuan yang menuntut kesetaraan hal atau peran ini adalah para perempuan berpendidikan. Selain itu, rata-rata mereka menemukan pasangan hidup laki-laki dengan tingkat pendidikan tinggi sera ekonomi mapan sehingga membentuk keluarga elit.

Sebagai keluarga elit, mereka tidak kesulitan dengan adanya pengasuhan anak di rumahnya. Namun sebagian besar mereka tidak sepenuhnya mempercayakan pengasuhan anak mereka kepada pembantu rumah tangga. Oleh karena itu, mereka cenderung memasukan anak mereka ke tempat penitipan anak (TPA) full day. Kecenderungan keluarga elit inilah yang memicu menjamurnya Tempat Penitipan Anak (TPA) dan PAUD seharian penuh dengan dengan biaya yang sangat mahal. Dengan demikian, menjamurnya PAUD di Indonesia sebenarnya berakar dari gerakan gender dan tuntutan karier yang didukung oleh kalangan (keluarga) elit dengan tingkat pendidikan yang memadai serta ekonomi yang mapan.

3.      PAUD YANG SEMAKIN AKADEMIS

Implikasi dari tuntutan ini adalah perubahan arah PAUD yang semula sebagai layanan perkembangan anak menjadi layanan edukasi dengan muatan akademik yang sangat tinggi. Hal ini diperparah oleh kurangnya pengetahuan orang tua terhadap perkembangan anak, sehingga mereka cenderung menganggap anak sebagai “orang dewasa berukuran kecil”. Semakin akademis, anak dianggap cerdas. Padahal anak jenjang PAUD belum saatnya dikenalkan dengan dunia akademis. Bahkan dengan semakin akademisnya anak di lembaga PAUD, bukan membuat anak semakin senang, melainkan hanya menyenangkan orang tuanya. Padahal, secara psikologi anak merasa tertekan karena masa-masa ini adalah masa-masa bermain. Inti permainan adalah mencari kepuasan atau kesenangan. Tentu hal ini berbanding terbalik dengan pelajaran yang membuat anak merasa sangat terbebani karena anak usia dini belum saatnya belajar, melainkan bermain.

4.      MERANCANG PROGRAM PAUD DI MASA DEPAN

a.       PAUD TERDAHULU

Mengenai kondisi PAUD terdahulu, telah dijelaskan pada bagian terdahulu, khususnya sejarah PAUD. Poin ini hanya menegaskan bahwa pertumbuhan PAUD yang semakin pesat berimplikasi pada perubahan di segala bidang. Hal ini dapat dimaklumi karena perubahan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti tingkat ekonomi keluarga, kemajuan sains dan teknologi, peran orang tua di lembaga PAUD, politik pendidikan yang semakin besar memberi dukungan pada PAUD, dan lain sebagainya. berbagai faktor ini secara langsung berimplikasi pada perubahan PAUD dari waktu ke waktu.

b.      PERTUMBUHAN PAUD SAAT INI

Jika diamati secara seksama, kondisi PAUD di Indonesia saat ini setidaknya menunjukkan lima gejala baru.

Pertama, tumbuhnya kesadaran orang tua akan pentingnya usia emas anak (golden ages) sehingga mereka berbondong-bondong memasukkan anak mereka di lembaga PAUD.

Kedua, PAUD sekarang jauh lebih akademis daripada PAUD sepuluh tahun yang lalu.

Ketiga, PAUD sekarang lebih berorientasi pada pengembangan sains anak dan matematika daripada humanitas atau sosial anak.

Keempat, semakin banyak lembaga PAUD yang menyediakan layanan sehari penuh atau full days school.

Kelima, program-program PAUD sekarang jauh lebih menantang mental dan pikiran anak daripada program sepuluh tahun yang lalu.

c.       ARAH BARU PAUD MASA DEPAN

1.      Akademis vs Humanis

Artinya, lembaga-lembaga PAUD saat ini dan yang akan datang mengalami kebingungan antara memenuhi kebutuhan perkembangan anak secara sosial dengan memenuhi kebutuhan akademis. Masuknya pembelajaran sains dan matematika awal, termasuk penekanan pada kemampuan membaca, menulis, dan berhitung telah menyita energi guru dan anak sehingga sedikit mengesampingkan perkembangan sosial anak.

2.      Semakin Inklusif

PAUD ke depan akan semakin inklusif, tetapi secara institusional PAUD kurang menyediakan failitas edukasi bagi anak berkebutuhan khusus. Hal ini ditopang UU pendidikan yang menyatakan bahwa PAUD tidak boleh menolak anak berkebutuhan khusus. Konsekuensinya, kembaga PAUD harus menyediakan fasilitas bagi mereka. Namun dalam realitanya hingga sekarang, lembaga-lembaga PAUD belum siap menghadapi kenyataan inklusifitas anak didik ini. Implikasinya, anak-anak berkebutuhan khusus di lembaga-lembaga PAUD akan menjadi anak marginal yang selalu kalah dengan anak-anak normal pada umumnya. Artinya, penyamarataan masuk di lembaga PAUD antara anak berkebutuhan khusus dengan anak yang tidak berkebutuhan khusus justru menimbulkan kesenjangan di dalam kelas. Namun demikian, memisahkan anak-anak berkebutuhan khusus secara parsial juga semakin mempertegas kesenjangan di antara mereka. Oleh karena itu, persamaan hak memasuki PAUD harus diimbangi dengan fasilitas yang mendukung, termasuk sikap guru yang adil di antara mereka.

3.      Beragamnya PAUD yang semakin akademis

PAUD menunjukan akademis yang semakin kuat. Hal ini di tandai oleh tuntutan masyarakat (orang tua) terhadap lembaga-lembaga PAUD agar anaknya memiliki kemampuan membaca, menulis, dan berhitung lebih awal. Bahkan mereka berpandangan bahwa salah satu indikasi PAUD yang berkualitas adalah “PAUD yang mampu mengantarkan anak didiknya mampu membaca, menulis, dan berhitung lebih awal”. Hal ini menimbulkan persoalan karena banyak penelitian menunjukkan bahwa kemampuan membaca sejak dini tidak berkaitan dengan prestasi akademik anak pada jenjang pendidkan selanjutnya. Bahkan terdapat  dikecenderungan adanya “kejenuhan kognitif” pada anak-anak berkemampuan membaca lebih dini. Artinya, anak-anak yang diorientasikan agar mampu membaca, menulis, dan berhitung sejak dini, terancam “bosan belajar” di perguruan tinggi sehingga prestasi akademiknya berbanding terbalik dengan prestasi akademik pada jenjang pendidkan sebelumnya.

4.      Dukungan menyeluruh

Pendekatan ekologi dalam pendidikan anak usia dini semakin menguat. Manifestasi pendekatan ini adalah terbentuknya kerja sama antara lembaga PAUD dengan organisasi profesional, seperti dokter anak, klinik perkembangan, ahli gizi, psikologi anak, dan lain sebagainya. program- program PAUD ke depan akan semakin kompleks dalam pelayanan kepada anak. Bahkan, berbagai pelayanan edukasi tersebut ditangani langsung oleh para profesional di bidangnya masing-masing.

5.      Meningkatnya minat orang tua (khususnya orang tua berkarier) untuk memasukkan anak-anak mereka ke lembaga PAUD full days school atau tempat pengasuhan anak sehari penuh. Mereka rela merogoh saku lebih dalam demi masa depan anak yang lebih mencerdaskan.


BAB III

PENUTUP

 

A.    KESIMPULAN

Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidik yang menitik beratkan pada peletakan dasar kearah pertumbuhan dan perkembangan fisik koordinasi motorik halus dan kasar, kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), bahasa dan komunikasi sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui anak usia dini. Isu adalah suatu hal atau trending topic yang sedang dibicarakan saat ini yang bersifat kekinian, tetapi jika direspon dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan program PAUD dimasa depan. Oleh karena itu,merespon isu-isu kritis didalam PAUD menjadi hal yang sangat penting. PAUD kontemporer maksudnya membahas tentang pendidikan anak usia dini yang sedang berkembang sekarang. Problematika adalah permasalahan-permasalahan yang terdapat dilembaga dasarnya dengan adanya problematika ilmu tentang PAUD akan berkembang.

B.     SARAN

Diharapkan guru PAUD dapat memahami perkembangan anak sesuai dengan kebutuhan peserta didik sehingga bisa menerapkan pembelajaran yang sesuia dengan konsep dasar anak usia dini untuk membantu perkembangan anak. Diperlukan antusialisme guru dalam memahami sikap individu tentang isu-isu problematika dalam PAUD kontemporer sehingga proses belajar dapat berlangsung secara optimal. Dalam pengumpulan materi di atas tentunya kami banyak mengalami kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu hendaknya pembaca memberikan tanggapan dan tambahan terhadap makalah kami, sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terima kasih.


DAFTAR PUSTAKA

Sudjud, Aswarni. 1997. Konsep Pendidkan Prasekolah, Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.

Sriningsih, Nining. 2011. Hand Out Mata Kuliah Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Dewantara, Ki Hadjar. 1962. Pendidikan. Yogyakarta: Yayasan Luhur Taman Siswa.