Powered By Blogger

Kamis, 22 Desember 2022

Perkembangan Bahasa Anak

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.      Latar Belakang

Anak merupakan titipan Allah yang paling berharga dalam setiap kehidupan manusia. Anak yang lahir dalam suatu perkawinan yang sah, sangat ditunggu-tunggu oleh setiap pasangan suami istri, karena perkawinan tanpa anak terasa belum sempurna perkawinan tersebut. Anak merupakan harapan setiap orang tua sekaligus harapan bagi setiap negara. 

Sesungguhnya sejak lahir anak telah membawa fitrah keagamaan. fitrah itu baru berfungsi di kemudian hari melalui proses. Menurut Jalaludin seperti yang dikutip Slamet, ada tiga potensi yang dimiliki manusia sejak lahir, yaitu potensi ruh, jasmani, dan fisik.

Perhatian terhadap anak harus dapat sejalan dengan peradaban itu sendiri, yang makin hari makin berkembang. Anak adalah putra kehidupan, masa depan bangsa dan negara. Oleh karena itu, anak memerlukan pembinaan dan bimbingan khusus agar dapat berkembang fisik, mental dan spiritualnya secara maksimal.

Pola asuh terhadap anak harus dilakukan dengan pendidikan yang baik, jika dilakukan dengan salah, maka akan berdampak yang tidak baik bagi perkembangan jiwa dan raganya, dan tentunya juga akan berdampak pada lingkungan sekitarnya. 

 

B.       Rumusan Masalah

1.    Bagaimanakah pengertian pola asuh anak?

2.    Bagaimana macam-macam pola asuh dalam keluarga?

 

C.      Tujuan Penulisan

1.    Mengetahui pengertian pola asuh anak.

2.    Ingin memaparkan mengenai macam-macam pola asuh dalam keluarga.

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Pengertian Pola Asuh

Pola asuh merupakan suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak-anaknya sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak-anaknya.[1] Dalam kaitannya dengan pendidikan berarti orang tua mempunyai tanggung jawab yang disebut tanggung jawab primer. Dengan maksud tanggung jawab yang harus dilaksanakan, kalau tidak maka anak-anaknya akan mengalami kebodohan dan lemah dalam menghadapi kehidupan pada zamannya. Anak pada dasarnya merupakan amanat yang harus dipelihara dan keberadaan anak itu merupakan hasil dari dua kasih saying antara ibu dan bapak yang diikat oleh tali perkawinan dalam rumah tangga yang sakinah sejalan dengan harapan islam.

Dengan demikian bahwa pola asuh yang dilakukan orang tua sama dengan bagaimana seorang yang memimpin suatu individu maupun kelompok, karena pada dasarnya orang tua juga bisa disebut sebagai pemimpin sebagaimana definisi kepemimpinan yakni: Leadership is the art of coordinating and motivating individuals and group to achieve the desiret end. Dalam arti bahwa seorang pemimpim atau sebagai orang tua dalam membimbing anak-anaknya harus menggunakan seni dalam mengorganisasikan pola asuh dan dalam memotivasi anak-anaknya dalam keluarga untuk mencapai manusia insan kamil.

Kingsley Price berpendapat bahwa the formation of the child’s character is varacity.[2] Setiap orang tua mengharapkan anak-anaknya menjadi anak yang sholeh dan berperilaku yang baik (ihsan), oleh karena itu dalam membentuk karakter anak harus secermat mungkin dan seteliti mungkin. Karena pendidikan pertama yang diterima oleh anak adalah pendidikan dari orang tua, sehingga perlakuan orang tua terhadap anaknya memberikan andil sangat banyak dalam proses pembentukan karakter anak. Keluarga merupakan masyarakat pendidikan pertama yang nantinya akan menyediakan kebutuhan biologis dari anak dan sekaligus memberikan pendidikannya sehingga menghasilkan pribadi-pribadi yang dapat hidup dalam masyarakatnya sambil menerima dan mengolah serta mewariskan kebudayaannya. Dengan demikian berarti orang tau harus menciptakan suasana keluarga yang kondusif untuk mewujudkan pola asuh yang baik. Sehingga akan tercipta perilaku yang baik, perilaku yang ihsan, baik dalam keluarga maupun di lingkungan masyarakat.

Islam juga memandang keluarga adalah sebagai lingkungan atau miliu pertama bagi individu di man ia berinteraksi atau memperoleh unsur-unsur dan ciri-ciri dasar dari kepribadian. Maka kewajiban orang tualah yang bisa menciptakan pola asuh yang tepat dalam mendidik anak-anaknya di lingkungan keluarga. Dalam kehidupan sekarang banyak terjadi kenakalan anak, hal tersebut akibat dari latar belakang yang serba semrawut,dengan demikian sebaiknya pola asuh orang tualah sebagai factor dasar dalam pembentukan pribadi anak benar-benar harmonis sehingga setiap perbuatannya benar-benar mencerminkan pola asuh yang dipecahkan oleh orang tuanya. Semua perbuatan anak yang dijadikan tali pengendali berasal dari orang tuanya sendiri, orang tua merupakan suatu basis penting dalam menanggulangi kenakalan anak-anaknya, sedang sekolah hanya sekedar faktor penunjang maka jangan terlalu banyak berharap dari sekolah sebelum dasarnya ditanamkan dengan kokoh. Oleh karena itu orang tua dalam menerapkan pola asuh pada anak-anaknya harus berdasarkan nilai-nilai atau norma Islami. Orang tua tidak hanya cukup menanamkan ketauhidan saja, tetapi yang lebih penting adalah mensosialisasikan ketauhidan tersebut dalam perbuatan nyata.

Demikianlah pran keluarga menjadi penting untuk mendidik anak-anaknya baik dalam sudut tinjauan agama, tinjauan sosial kemasyarakatan maupun tinjauan individu. Persoalan sekarang bukan lagi pentingnya pendidikan keluarga, melainkan bagaimana pendidikan keluarga dapat berlangsung dengan baik sehingga mempu menumbuhkan perilaku yang benar-benar baik dan sekaligus berkepribadian secara islam, sehingga dapat diandalkan menjadi manusia yang berkualitas akhlaknya.

 

B.     Macam-Macam Pola Asuh Dalam Keluarga

Pola asuh yang tepat dapat membantu membentuk anak memiliki karakter yang tepat. Sebaliknya, pola asuh yang salah dapat membentuk anak memiliki karakter yang kurang baik. Pada dasarnya terdapat tiga pola asuh orang tua yang sering diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan beberapa penjelasan yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Pola asuh tersebut antara lain pola asuh permisif, pola asuh otoriter, dan pola asuh demokratis. Adapun penjelasan lebih lanjut mengenai ketiga pola asuh tersebut adalah sebagai berikut:

1.      Pola Asuh Permisif

Pola Permisif adalah membiarkan anak bertindak sesuai dengan keinginannya, orang tua tidak memberikan hukuman dan pengendalian.[3]

Pada pola asuh ini orang tua justru merasa tidak peduli dan cenedrung memberi kesempatan serta kebebasan secara luas kepada anaknya.

Pola asuh ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri, orang tua tidak pernah memberikan aturan dan pengarahan kepada anak, sehingga anak akan berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri walaupun terkadang bertentangan dengan norma sosial.

 

Ciri-ciri pola asuh permisif yaitu[4] :

a.       Kontrol orang tua terhadap anak sangat lemah,

b.      Memberikan kebebasan kepada anak untuk dorongan atau keinginannya,

c.       Anak diperbolehkan melakukan sesuatu yang dianggap benar oleh anak,

d.      Hukuman tidak diberikan karena tidak ada aturan yang mengikat,

e.       Kurang membimbing,

f.        Anak lebih berperan dari pada orang tua,

g.      Kurang tegas dan kurang komunikasi.

 

Sebagai akibat dari pola asuh ini terhadap kepribadian anak kemungkinannya adalah:

a.       Agresif,

b.      Menentang atau tidak dapat bekerja sama dengan orang lain,

c.       Emosi kurang stabil,

d.      Selalu berekspresi bebas,

e.       Selalu mengalami kegagalan karena tidak ada bimbingan.

 

Jadi pola asuh permisif yaitu orang tua serba membolehkan anak berbuat apa saja, membebaskan anak untuk berperilaku sesuai dengan keiginannya sendiri. Orang tua memiliki kehangatan, cenderung memanjakan, dituruti keinginnannya dan menerima apa adanya. Pola asuh orang tua permisif bersikap terlalu lunak, tidak berdaya, memberi kebebasan terhadap anak tanpa adanya norma-norma yang harus diikuti oleh mereka. Mungkin karena orang tua sangat sayang terhadap anak atau orang tua kurang dalam pengetahuannya.

Pola asuh ini sebaiknya diterapkan oleh orang tua ketika anak telah dewasa, di mana anak dapat memikirkan untuk dirinya sendiri, mampu bertanggung jawab atas perbuatan dan tindakannya.

 

2.      Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter adalah sentral artinya segala ucapan, perkataan, maupun kehendak orang tua dijadikan patokan (aturan) yang harus ditaati oleh anak-anaknya. Supaya taat, orang tua tidak segan-segan menerapkan hukuman yang keras kepada anak.[5]

Cara mendidik anak dalam pola asuh otoriter dengan menggunakan kepemimpinan otoriter, kepemimpinan otoriter yaitu pemimpin menentukan semua kebijakan, langkah dan tugas yang harus dijalankan. Pola asuh ini ditandai dengan aturan yang ketat, sering kali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang tua), kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi, anak jarang diajak berkomunikasi dan diajak ngobrol, bercerita, bertukar pikiran dengan orang tua, serta hukuman-hukuman yang dilakukan dengan keras, anak juga diatur dengan berbagai macam aturan yang membatasi perlakuannya. Perlakuan seperti ini sangat ketat dan bahkan masih tetap diberlakukan sampai anak tersebut menginjak dewasa.

 

Ciri-ciri pola asuh otoriter di antaranya :

a.       Hukuman yang keras,

b.      Suka menghukum secara fisik,

c.       Bersikap mengomandon,

d.      Bersikap kaku (keras),

e.       Cenderung emosional dalam bersikap menolak,

f.        Harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua dan tidak boleh membantah.

 

Akibatnya anak cenderung memiliki ciri-ciri sebagai berikut[6] :

a.       Mudah tersinggung,

b.      Penakut,

c.       Pemurung tidak bahagia,

d.      Mudah terpengaruh dan mudah stress,

e.       Tidak mempunyai masa depan yang jelas,

f.        Tidak bersahabat,

g.      Gagap (rendah diri).

Jadi, dalam hal ini kebebasan anak sangat dibatasi oleh orang tua, apa saja yang akan dilakukan oleh anak harus sesuai dengan keinginan orang tua. Jika anak membantah perintah orang tua maka akan dihukum, bahkan mendapat hukuman yang bersifat fisik dan jika patuh orang tua tidak akan memberikan hadiah.

 

3.      Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis adalah gabungan antara pola asuh permisif dan otoriter dengan tujuan untuk menyeimbangkan pemikiran, sikap dan tindakan antara anak dan orang tua.[7]

Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung kepada orang tua dan sedikit memberi kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang terbaik bagi dirinya, anak didengarkan pendapatnya, dilibatkan dalam pembicaraan terutama yang menyangkut dengan kehidupan anak itu sendiri.

Anak diberi kesempatan untuk mengembangkan kontrol internalnya sehingga sedikit demi sedikit berlatih untuk bertanggung jawab kepada diri sendiri. Anak dilibatkan dan diberi kesempatan untuk bertpartisipasi dalam mengatur hidupnya.[8] Di samping itu, orang tua memberi pertimbangan dan pendapat kepada anak, sehingga anak mempunyai sikap terbuka dan bersedia mendengarkan pendapat orang lain, karena anak sudah terbiasa menghargai hak dari anggota keluarga di rumah.

Orang tua memberi kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang yang terbaik baginya, mendengarkan pendapat anak, dilibatkan dalam pembicaraan, terutama yang menyangkut kehidupan anak sendiri.

 

Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT :

َبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. ali-Imron/03 : 159)

 

Orang tua yang mendidik anaknya dengan sikap demokrasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a.       Komunikasi orang tua dan anak

1)      Menyediakan waktu,

2)      Berkomunikasi secara pribadi,

3)      Menghargai anak,

4)      Mengerti anak,

5)      Mempertahankan hubungan.[9]

 

b.      Menerima Kritik

1)      Bersikap bersahabat,

2)      Percaya kepada diri sendiri,

3)      Mampu mengendalikan diri,

4)      Memiliki rasa sopan,

5)      Mau bekerja sama,

6)      Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi,

7)      Mempunyai tujuan dan arah hidup yang jelas,

8)      Berorientasi terhadap prestasi.[10]

 

Pola asuh secara demokratis sangatlah positif pengaruhnya pada masa depan anak, anak akan selalu optimis dalam melangkah untuk meraih apa yang diimpikan dan di cita-citakan.

 

                                                           BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Pola asuh merupakan suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak-anaknya sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak-anaknya.

Terdapat tiga macam pola asuh anak dalam keluarga yaitu sebagai berikut:

1.      pola asuh permisif yaitu orang tua serba membolehkan anak berbuat apa saja, membebaskan anak untuk berperilaku sesuai dengan keiginannya sendiri.

2.      Pola asuh otoriter adalah sentral artinya segala ucapan, perkataan, maupun kehendak orang tua dijadikan patokan (aturan) yang harus ditaati oleh anak-anaknya. Supaya taat, orang tua tidak segan-segan menerapkan hukuman yang keras kepada anak. 

3.      Pola asuh demokratis adalah gabungan antara pola asuh permisif dan otoriter dengan tujuan untuk menyeimbangkan pemikiran, sikap dan tindakan antara anak dan orang tua

 

B.     Saran

Diharapkan kepada orang tua agar lebih memahami bentuk pola asuh yang diterapkannya serta menyesuaikan aturan yang diterapkan dengan usia anak.Mengingat masih kurangnya pengetahuan orang tua tentang bentuk pola asuh yang diterapkannya dalam menanamkan perilaku moral serta pemahamannya tentang bentuk pola asuh yang tepat untuk anak usia dini.

Dan dalam penyusunan makalah penulis sadar bahwa banyak kesalahan, oleh karena itu, agar membangun dan menyempurnakan makalah di perlukan kritik atau saran dari para pembaca. Semoga dapat memberikan manfaat untuk kita semua.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Dariyo, Agoes. 2011. Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama. Bandung: PT. Refika Aditama.

Mansur. 2005. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Price, Kingsley. 1965. Education and Philosophical Thought. USA: Allyn and Bacon.

Setiawan, Mary Go. 2000. Menerobos Dunia Anak. Bandung: Yayasan Kalam Hidup.

Subroto, Hadi. 1997. Mengembangkan Kepribadian Anak Balita. Jakarta: Gunung.

Thoha, Chabib. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka pelajar offset.

Yusuf, Syamsu. 2008. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.

 



[1]Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka pelajar offset, 1996), Cet. I, hlm. 109.

[2]Kingsley Price, Education and Philosophical thought, (USA: Allyn and Bacon, 1965), hlm. 401.   

[3] Hadi Subroto, Mengembangkan Kepribadian Anak Balita, (Jakarta: Gunung, 1997), hlm. 59.

[4] Syamsu Yusuf., Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 52.

[5] Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2011), hlm. 207.

[6] Syamsu Yusuf LN., Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008). Hlm. 51.

[7] Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2011), hlm. 208.

[8] Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka pelajar offset, 1996), Cet. I, hlm. 111.

[9] Mary Go Setiawan, Menerobos Dunia Anak, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2000), cet I, hlm. 69-71.

[10] Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008). Hlm. 52.