BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan adalah hak warga negara, tidak terkecuali Pendidikan
diusia dini merupakan hak warga negara dalam mengembangkan potensinya sejak
dini. Berdasarkan berbagai penelitian bahwa usia dini merupakan pondasi terbaik
dalam mengembangkan kehidupannya dimasa depan. Selain itu Pendidikan diusia
dini dapat mengoptimalkan kemampuan dasar anak dalam menerima proses Pendidikan
diusia-usia berikutnya.
Mengkaji makna Pendidikan anak menurut islam dengan seluruh
aspeknya merupakan kewajiban setiap muslim, mempelajari berbagai hal, baik ilmu
aqidah, Syariah, maupun muamalah merupakan rangkuman pokok-pokok ajaran agama
islam.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah
yang akan dipelajari dalam penyusunan makalah ini adalah :
1.
Metode Mendidik Anak Dengan Keteladanan.
2.
Metode MendidikAnak Dengan
Kebiasaan.
3.
Metode Mendidik Anak Dengan Nasihat.
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan
penyusunan makalah yang bertema tentang Metode Pendidikan Anak Dalam Islam ini
adalah :
1.
Ingin mengetahui metode mendidik anak dengan keteladanan.
2.
Ingin mengetahui mendidik anak dengan kebiasaan.
3.
Ingin mengetahu mendidik anak dengan nasihat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Metode Mendidik Anak Dengan
Keteladanan
Pendidikan dalam keteladanan adalah cara yang paling efektif dan
berhasil dalam mempersiapkan anak dari segi akhlak, membentuk mental, dan
sosialnya. Hal ini dikarenakan pendidik adalah panutan atau idola dalam
pandangan anak dan contoh yang baik dimata mereka. Anak akan mengkuti tingkah
laku pendidikny, meniru akhlaknya, baik disadari maupun tidak. Bahkan, semua
bentuk perkataan dan perbuatan pendidik akan terpatri dalam diri anak dan
menjadi bagian dari persepsinya, diketahui ataupun tidak.
Dari sini keteladanan menjadi faktor yang sangat berpengaruh pada
baik buruknya anak. Jika pendidik adalah seorang yang jujur dan tepercaya, maka
anak pun tumbuh dalam kejujuran dan sikap amanah. Namun, jika pendidik adalah
seorang yang pendusta dan khianat maka anak juga akan tumbuh dalam kebiasaan
dusta dan tidak bisa dipercaya.
Memang anak memiliki potensi yang besar untuk menjadi baik, namun
sebesar apapun potensi tersebut, anak tidak akan begitu saja mengikuti
prinsip-prinsip kebaikan selama ia belum melihat pendidiknya berada dipuncak
ketinggian akhlak dan memberikan contoh yang baik. Mudah bagi pendidik untuk
memberikan satu pelajaran kepada ana, namun sulit sangat sulit bagi anak untuk
mengikutinya ketika melihat orang yang memberikan pelajaran tersebut tidak mempraktikan
apa yang diajarkannya.
Allah telah mengetahui sebagai peletak manhaj langit yang sekaligus
menjadi mukjizat untuk hamba-hambanya bahwa seorang rasul yang diutus olehnya
untuk menyampaikan risalah langit kepada umat haruslah disifati dengan kesempurnaan
jiwa, akhlak, dan akal yang tinggi. Sehingga orang-orang dapat menjadikannya
rujukan, menurutinyanya, belajar darinya, dan mencontohnya dalam kemuliaan dan
ketinggian akhlak yang seharusnya.
Oleh karena itu, kenabian adalah pilihan Allah dan bukan usaha
manusia untuk mencapainya. Hal ini dikarenakan Allah paling mengetahui sebagai Dzat yang telah membuat risalahnya
terhadap orang yang dipilihnya dari kalangan manusia untuk menjaga utusannya
sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan. Karenanya, allah mengutus
Muhammad SAW untuk menjadi teladan yang baik sepanjang sejarah disetiap waktu
dan tempat bak lampu yang menerangi dan bulan yang bercahaya untuk kaum
muslimin dan seluruh umat islam.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ
كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungghnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”(QS. Al-Ahzab [33] : 21).
ياأيها النبي إنا أرسلناك شاهدا ومبشرا ونذيرا وداعيا إلى الله بإذنه وسراجا منيرا
“Hai Nabi, sesungguhnya kami mengutusmu untuk jadi saksi dan
pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk jadi penyeru kepada
agama Allah dengan izinya dan untuk jadi cahaya yang menerangi.” (QS. Al-Ahzab [33] : 45-46).
Begitu juga Allah telah meletakkan pada pribadi Muhammad SAW
gambaran yang sempurna tentang manhaj islam. Hal ini bertujuan agar beliau
menjadi gambaran hidup yang kekal dengan kesempurnaan akhlak dan
keagungannyauntuk generasi-generasi setalahnya.
‘Aisyah ra pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah SAW makai a
menjawab bahwa akhlak Rasulullah SAW adalah al-Qur’an sungguh sebuah jawaban
singkat namun mengandung makna yang sangat dalam dan menyeluruh. Didalmanya
terkandung manhaj Al-Qur’an yang menyeluruh dan prinsip-prinsip akhlak yang
utama. Dan memang benar, Nabi SAW adalah perwujudan yang hdiup dari
keutamaan-keutamaan yang terkandung dalam Al-Qur’an dan gambaran yang bergerak
untuk arahan-arahan abadi yang terdapat dalam Al-Qur’an.
Siapakah kiranya yang dapat berjalan dsekitar keteladanannya atau
juga hanya dapat sampai pada setetes dari lautan kebikannya?
Cukuplah dengan bangga dan kemuliaan bagi Rasulullah SAW untuk
memberitahu kepada orang-orang tentang dirinya, bahwa Allah telah membuat
dirinya dengan begitu sempurna dan mendidiknya dengan Pendidikan yang sangat
baik agar selamanya menjadi seperti kesehatan untuk badan, matahari untuk alam,
dan bulan pertama yang bercahaya ditengah lautan kegelapan. Al-‘Askari dan Ibnu
As Sam’ani telah meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda :
أدبني ربي فأحسن تأديبي
“Tuhanku telah mendidikku, maka dia telah menyempurnakan Pendidikannya
untukku.”1
Diantara hal yang menunjukkan adanya Pendidikan Allah pada diri
beliau dan beliau selalu diliputi dengan ‘Inayah
Rabbaniyyah (pertolongan tuhan) adalah : beliau disifati dengan sifat-sifat
kenabian yang asasi baik sebelum maupun setelah menjadi nabi.[1]
B.
Metode mendidik anak dengan Kebiasaan
Telah ditetapkan dalam syariat Islam
bahwa anak semenjak lahir sudah diciptakan dalam keadaan bertauhid yang murni,
agama yang lurus, dan iman kepada Allah. Sebagaimana difirmankan Allah:
Yang Artinya: “Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah
yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada
fitrah Allah (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.”[QS.Ar-Rum {30}:30]
Rasulullah juga bersabda:
Yang Artinya:”Setiap
bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah.” [HR. Al-Bukhari]
Maksudnya , yaitu dilahirkan dalam keadaan tauhid dan
iman kepada Allah.
Dari sini, tibalah saatnya pembiasaan, pendiktian, dan
pendisiplinan mengambil perannya dalam pertumbuhan anak dan menguatkan tauhid
yang murni, akhlak yang mulia, jiwa yang agung, dan etika syariat yang lurus.
Sudah tidak dipersilahkan lagi bahwa ketika anak memiliki dua faktor ini:
faktor Pendidikan Islam yang luhur dan faktor lingkungan yang kondusif , sudah
bisa dipastikan anak tersebut akan tumbuh dalam iman yang kuat, memiliki akhlak
Islam, serta mencapai puncak keagungan jiwa dan pribadi yang mulia.
Mengenai faktor Pendidikan islam ini, Rasullullah
telah menguatkanya dengan lebih satu hadits:
Yang artiya: “seseorang
mendidik anaknya lebih baik dari pada bersedekah dengan satu sha.”
[HR.At-Tirmidzi][2]
“Tidak ada hadiah yang deberikan seorang ayah kepada
anaknya yang lebih baik dari Pendidikan yang baik.”3
“ajarkanlah anak anak dan keluarga kalian kebaikan dan
didikan mereka” [HR. Abdurraziq dan sa’id bin manshur]
“didiklah anak anak kalian dengan tiga perkara,
mencintai nabi kalian, mencintai sanak keluarga, dan membaca Al,QUR-AN” [HR.
Ath-Thabrani]
Sedangkan mengenai faktor lingkungan yang kondusif,
Rasulullah telah memberikan pengarahan masalah itu pada lebih dari satu
kesempatan:
“setiap bayi dilahirkan dalam keadaan
fitrah, maka kedua orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi Nasrani, atau
Majusi.” [HR- Al-Bukhari][3]
Dapat dipahami dari hadits ini bahwa jika anak
memiliki dua orang tua muslim yang shalih, pasti kebudayaan akan selalu
mengajarkan prinsip-prinsip iman dan islam sehingga anak tumbuh dengan akidah
keimanan dan keislaman yang kuat. Inilah yang dimaksud dengan faktor lingkungan
yang kondusif.
“seseorang itu tergantung kepada agama
temannya. Maka perhatikan lah oleh salah seorang dari kalian dengan siapa
sesorang berteman.” [HR. At-Tirmizi]
Dapat dipahami dari hadist ini bahwa teman itu akan
meniru tebiat temannya. Jika temannya itu seorang shalih dan bertaqwa, mak akan
didapatkan darinya keshalehan dan ketaqwaanya. Inilah yang dimaksud dengan
faktor lingkungan yang kondusif, baik itu disekolah maupun lingkungan rumah.
Sudah bisa dipastikan bahwa lingkungan yang baik
memiliki pengaruh yang sangat besar dlam Pendidikan seorang muslim untuk
membantuk keshalihan dan ketakwaannya, dan pembentukan pribadinya yang beriman,
berakidah, dan berkahlak mulia.
Perhatikan hadits yang mengisahkan tentang seseorang
yang telah membunuh 99 orang dibawah ini:
“Dari umat sebelum kalian ada sesorang yang
telah membunuah 99 orang. Kemudian ia bertanya tentang orang terpandai dimuka
bumi ini. Si pembunuh itu pun ditunjukan kepada seorang rahib. Ia mendatangi
sang rahib dan berkata kepadanya bahwa dirinya telah membunuh 99 orang, pakah
ada kemungkinan bagi dirinya untuk bertaubat? Sang rahib menjawab, ‘Tidak.’
Lalu dubunuhnya sang rahib tersebut, sehingga genap lah korban yang dibunuh
menjadi 100 orang.
Kemudian ia kembali bertanya mengenai orang yang
terpamdai dimuka bumi ini. Lalu ditunjukan kepadanya seorang ulama. Ia berkata
kepada ulama tersebut bahwa dirinya telah membunuh 100 orang, apakah ada
kesempatan bagi dirinya untuk bertaubat? Ia menjawab, ‘Ya, siapa yang bisa
menghalangi seseorang untuk bertaubat? Pergilah ke suatu daerah. Karena disana
banyak orang yang beribadah kepadah Allah. Beribadah lah kepada Allah bersama
meraka dan jangan lagi kamu kembali kenegrimu karena itu adalah negri yang
buruk.
Sang pembunuh pun pergi. Sampai ketika ia tiba
ditengah-tengah perjalanan, ia dijemput maut. Saat itu, malaikat rahmat dan
malaikat ajab berselisihan. Malaikat rahmat berkata, “Ia mati dalam keadaan
bertaubat menghadapi Allah” malaikat berkata, ia belum pernah melakukan
kebaikan sedikitpun. Kemudian datang seorang malaikat lagi yang berwujud manusia.
Ia mencoba untuk mendamaikan diantara kedua malaikat itu. ia berkata, ukurlah
oleh kalian diantara dua daerah itu manakah yang paling dekat, maka menentukan
nasib sipembunuh ini.
Akhirnya mereka pun mengukurnya ternyata daerah yang
paling dekat dengan si pembunuh itu adalah daerah yang sedang ia tuju. Malaikat
rahmat pun langsung mengambilnya. “[HR. Al-Bukhri dan Muslim]
Dalam riwayat lain disebut, “ kemudian Allah
mewahyukan tanah yang satunya menjauh lalu berkata, ukurlah diantara dua daerah
ini. Menyatakan pembunuh tersebut lebih dekat satu jengkal (ketempat yang
sedang ditujunya). Iapun akhirnya diampuni.”
Berdasarkan hadits-hadits diatas bisa diambil
kesimpulan bahwa anak ketika mendapatkan Pendidikan yang baik dari kedua orang
tua dan guru-gurunya dan mendapatkan lingkungan yang kondusif dari termannya
yang sahlih maka anak akan terdidikan dalam akhlak yang mulia, keimanan,
ketakwaan, serta terbiasa dengan setiap etika luhur dan mulia.
Berdasarkan prinsip-prinsip ini, menjadi kebiasaan
generasi salapus shalih memilih para guru untuk anak-anak mereka dan
mempersiapakan lingkungan tempat mereka tumbuh dalam kebaikan. Bigitu juga
membiasakan mereka dengan akhlak dan sifat yang mulia.
Al-Jahizah meriwayatkan “uqbah bin abu supyan
menyerahkan anaknya kepada seorang guru, ia berkata,” sebelum engkau membuat
anakku menjadi shahlih shalihkanlah dirimu dulu. Karena mata anak-anak ini
terkait dengan matamu. Maka kebaukan menurut meraka adalah apa yang engkau
anggap baik, dan yang jelek menurut mereka adalah apa yang engkau anggap jelek.
Ajarkanlah mereka sejarah orang-orang bijak, akhlak orang-orang terpelajar,
ancamlah mereka dengan amarahmu, dititiklah mereka untuk menghormatiku jadilah
engkau seperti dokter bagi mereka yang tidak segera memberi obat sampai tahu
penyakitnya. Janganlah engkau bersandar kepada maaf dariku, karena aku telah
bersandar kepada kecakapan mu.
Ar-Raghib Al-Ashfahani menyebutkan bahwa Al-Manshur
mengutus utusan kepada orang-orang yang dipenjara dari Bani Umayyah. Ia berkata
kepada mereka, “Apakah hal yang paling sulit yang kalian lewatkan selama
dipenjara ini?” Mereka menjawab, “Kami kehilangan kesempatan mendidik anak-anak
kami,”
Berikut pesan Ibnu Sina tentang Pendidikan anak,
“Hendaklah ditempat belajar, anak ditemani anak yang baik akhlaknya dan
disenangi kebiasaannya. Sebab, anak itu lebih mudah menerima (pengaruh) dari
anak yang lain, ia mengambil (kebiasaan) dari temannya dan mudah menurut
kepadanya.”
Siapa yang ingin lebih banyak mendapatkan contoh-contoh
besarnya perhatian generasi terdahulu terhadap Pendidikan anak mereka dan usaha
mereka dalam mempersiapakan lingkungan yang baik untuk anak-anaknya.
Salah besar orang yang menganggap bahwa manusia
terlahir sebagai orang baik atau orang jahat, seperti terlahirnya kambing
sebagai binatang yang jinak dan harimau binatang buas. Sehingga tidak mungkin
mengubah kejelakan pada diri manusia, seperti tidak mungkinnya mengubah
kebaikan yang ada pada dirinya.[4]
Pendapat yang salah ini sudah terbentahkan, baik
secara syariat, akal, maupun empiris. Secara syariat, sebagaimana firman Allah:
“Dan kami telah
menunjukan kepadanya dua jalan.” (QS.Al-Balad
[90]:10)
Maksudnya, kami kenalkan kepada manusia jalan kebaikan
dan kejahatan.
Bantahkan untuk apa Allah menurunkan kitab-kitab dan
mengutus para rasul? Bukankah untuk membuat manusia baik dan bahagia didunia
dan diakhirat? Kemudian untuk apa juga pemerintah membuat undang-undang dan
sistem? Lalu mengapa pemerintah ingin mengawasi jalannya sekolah, institute, dan
universitas yang ada? Untuk apa pemerintah memilih orang-orang untuk dijadikan
guru dan spesialis dari para pakar Pendidikan akhlak, dan sosial? Bukankah itu
demi Pendidikan, pengajaran, perbaikan akhlak, memerangi kerusakan, dan
meluruskan yang menyimpang? Kalau bukan untuk itu, lalu untuk apa kitab-kitab
suci diturunkan dan para rasul diutus? Untuk apa juga memuat undang-undang,
lalu untuk apa pula adanya guru? Bukahkah itu menjadi usaha berat yang tiada
guna?
Maka kita bisa mengambil kesimpulan dari pertanyaan-pertanyaan
diatas bahwa manusia diciptakan dengan potensi kebaikan dan kejelekan secara
bersamaan. Jika ia mendapatkan Pendidikan yang baik dan lingkungan yang
kondusif, makai a tumbuh dalam kebaikan dengan keimannan yang murni, akhlak
yang utama, dan rasa cinta kepada kebaikan dan kebajikan. Dan ditengah
masyarakat, ia menjadi manusia yang beriman, berbudi luhur, dan mulia.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendidikan
dalam keteladanan adalah cara yang paling efektif dan berhasil dalam mempersiapkan
anak dari segi akhlak, membentuk mental, dan sosialnya. Hal ini dikarenakan
pendidik adalah panutan atau idola dalam pandangan anak dan contoh yang baik
dimata mereka. Anak akan mengkuti tingkah laku pendidikny, meniru akhlaknya,
baik disadari maupun tidak. Bahkan, semua bentuk perkataan dan perbuatan
pendidik akan terpatri dalam diri anak dan menjadi bagian dari persepsinya,
diketahui ataupun tidak.
Telah ditetapkan
dalam syariat Islam bahwa anak semenjak lahir sudah diciptakan dalam keadaan bertauhid
yang murni, agama yang lurus, dan iman kepada Allah. Sebagaimana difirmankan
Allah:
Yang Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada
agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut
fitrah
itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah (Itulah) agama yang lurus, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.”[QS.Ar-Rum
{30}:30]
Rasulullah juga
bersabda:
Yang Artinya:”Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan
fitrah.” [HR. Al-Bukhari]
Maksudnya , yaitu
dilahirjkan dalam keadaan tauhid dan iman kepada Allah.
Dari sini, tibalah
saatnya pembiasaan, pendiktian, dan pendisiplinan mengambil perannya dalam
pertumbuhan anak dan menguatkan tauhid yang murni, akhlak yang mulia, jiwa yang
agung, dan etika syariat yang lurus. Sudah tidak dipersilahkan lagi bahwa
ketika anak memiliki dua faktor ini: faktor Pendidikan Islam yang luhur dan
faktor lingkungan yang kondusif , sudah bisa dipastikan anak tersebut akan
tumbuh dalam iman yang kuat, memiliki akhlak Islam, serta mencapai puncak
keagungan jiwa dan pribadi yang mulia.
B.
Saran
Pendidikan harus
dilaksanakan dalam rangka meningkatkan keteladanan dan kebiasaan. Sehingga
dalam metode Pendidikan anak dalam islam harus mengacu pada tujuan penciptaan
manuisa itu sendiriyaitu dengan menyembah Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
‘Ulwan, Dr. Abdullah
Nashih. 2012. Pendidikan anak dalam
islam. Solo: Insan Kamil.
[1] Dalam hadits tersebut terdapat kedhaifan, namun maknanya shahih.
[2] Hadits maudhu’ : Abu Hatim, Al-‘illal
: 2/241 ; At-Tirmidzi, As-Sunan :
4/337 ; Adz-Dzahabi, Al-Mustadrak :
4/263.
3Hadits
dha’if jiddan : At-Tirmidzi, As-sunan
: 4/338 ; Ibnu Hibban, Al-Majruhin :
2/188 ; Adz-Dzahabi, Al-Mustadrak :
4/263 ; Al-Haitsami, Al-Majma’
:8/159.