Powered By Blogger

Kamis, 22 Desember 2022

Pendidikan Anak dalam Islam

 BAB I

PENDAHULUAN

 

A.      Latar Belakang

Setiap makhluk hidup membutuhkan pendidikan, baik itu pendidikan formal, informal maupun non formal. Pendidikan pada dasarnya merupakan proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan dirinya, sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi dalam kehidupan.

Di tengah persaingan global, pendidikan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak didik untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi, bakat, minat dan kesanggupannya. Menyelenggarakan pendidikan yang membebaskan anak dari tindak kekerasan. Menyelenggarakan pendidikan yang memperlakukan anak dengan ramah. Menyelenggarakan pendidikan yang memanusiakan anak. Menyelenggarakan pendidikan yang memenuhi hak-hak anak. Hal tersebut akan terwujud jika pendidikan yang demikian dilakukan sejak anak usia dini.

Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan fondasi bagi perkembangan kualitas sumber daya manusia selanjutnya. Karena itu peningkatan penyelenggaraan PAUD sangat memegang peranan yang penting untuk kemajuan pendidikan di masa mendatang. Arti penting mendidik anak sejak usia dini dilandasai dengan kesadaran bahwa masa kanak-kanak adalah masa keemasan (the Golden Age), karena dalam rentang usia dari 0 sampai 5 tahun, perkembangan fisik, motorik dan berbahasa atau linguistik seorang anak akan tumbuh dengan pesat. Selain itu anak pada usia 2 sampai 6 tahun dipenuhi dengan senang bermain. Konsep bermain sambil belajar serta belajar sambil bermain pada PAUD merupakan pondasi yang mengarahkan anak pada pengembangan kemampuan yang lebih beragam, sehingga di kemudian hari anak bisa berdiri kokoh dan menjadi sosok manusia yang berkualitas.

Untuk itu pengembangan program PAUD harus digalakkan di berbagai tempat di wilayah Indonesia. Pendidikan anak memang harus dimulai sejak dini, agar anak bisa mengembangkan potensinya secara optimal. Anak-anak yang mengikuti PAUD menjadi lebih mandiri, disiplin, dan mudah diarahkan untuk menyerap ilmu pengetahuan secara optimal. Hal ini harus dimengerti oleh setiap orang tua, dengan memberikan stimulasi yang tepat agar kemampuan anak tersebut teraktualisasi dan berkembang dengan optimal. Proses pendidikan dan pembelajaran pada anak usia dini hendaknya dilakukan dengan tujuan memberikan konsep yang  bermakna  bagi  anak  melalui pengalaman nyata. Hanya  pengalaman  nyatalah  yang  memungkinkan  anak menunjukkan aktivitas dan rasa ingin tahu (curiousity) secara optimal dan menempatkan posisi pendidik sebagai pendamping, pembimbing serta fasilitator bagi anak.

Pendidikan adalah hak warga negara, tidak terkecuali pendidikan di usia dini merupakan hak warga negara dalam mengembangkan potensinya sejak dini. Berdasarkan berbagai penelitian bahwa usia dini merupakan pondasi terbaik dalam mengembangkan kehidupannya di masa depan. Selain  itu pendidikan di usia dini dapat mengoptimalkan kemampuan dasar anak dalam menerima proses pendidikan di usia-usia berikutnya.

Dengan terbitnya Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), keberadaan pendidikan usia dini diakui secara sah. Hal itu terkandung dalam bagian tujuh, pasal 28 ayat 1-6, di mana pendidikan anak usia dini diarahkan pada pendidikan pra-sekolah yaitu anak usia 0-6 tahun. Dalam penjabaran pengertian, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisidiknas menyatakan bahwa:Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”.

Agama Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan agama inilah Allah menutup agama-agama sebelumnya. Allah telah menyempurnakan agama ini bagi hamba-hambaNya. Dengan agama Islam ini pula Allah menyempurnakan nikmat atas mereka. Allah hanya meridhoi Islam sebagai agama yang harus mereka peluk. Oleh sebab itu tidak ada suatu agama pun yang diterima selain Islam. Allah ta’ala berfirman,

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً

“Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian, dan Aku telah cukupkan nikmat-Ku atas kalian dan Aku pun telah ridha Islam menjadi agama bagi kalian.” (QS. Al Maa’idah: 3)

Salah satu tujuan diturunkannya agama Islam adalah memperbaiki akhlak manusia. Ahklak hanya dapat dperbaiki dengan proses pendidikan, baik formal maupun informal. Konsep membaca hanya dapat dilakukan melalui proses pendidikan. Adapun tujuan pendidikan menurut Islam adalah agar seseorang dapat memahami tentang kekuasaan Allah SWT (yang tersirat dan tersurat) dengan segala peraturan-peraturan Allah serta mampu menempatkan posisinya sebagai hamba Allah SWT.

Mengkaji makna pendidikan anak menurut Islam dengan seluruh aspeknya merupakan  kewajiban setiap muslim, mempelajari berbagai hal, baik ilmu aqidah, syariah maupun muamalah merupakan rangkuman pokok-pokok ajaran agama Islam. Karena itu, penulis akan menggali khasanah ilmu pendidikan dalam pandangan Islam, baik pengertian, tujuan ataupun  ruang lingkup pendidikan menurut ajaran Islam.

Pendidikan adalah hak warga negara, tidak terkecuali pendidikan di usia dini merupakan hak warga negara dalam mengembangkan potensinya sejak dini. Berdasarkan berbagai penelitian bahwa usia dini merupakan pondasi terbaik dalam mengembangkan kehidupannya di masa depan. Selain  itu pendidikan di usia dini dapat mengoptimalkan kemampuan dasar anak dalam menerima proses pendidikan di usia-usia berikutnya.

Menurut ayat suci yang termaktub dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa anak lahir seperti kertas putih, anak tersebut akan menjadi anak Majusi atau Yahudi, tergantung oleh pendidikan yang diperoleh. Pendidikan untuk anak usia dini juga sangat penting dalam pembentukan karakter pada anak. Menurut Islam pendidikan anak dimulai sejak anak dalam kandungan. Contohnya seorang ibu disarankan banyak membaca ayat suci, Al_Qur’an,  dan dinasehatkan banyak berbuat kebajikan. Pada waktu ibu mengandung dianjurkan bayi yang masih dalam kandungan di dengarkan lagu-lagu yang Islami, hal itu akan mempengaruhi karakter anak jika kelak ia dewasa nanti itu merupakan bukti,  bayi dalam kandungan terdidik dengan baik. Pada saat  lahir, oleh ayahnya dikumandangkan suara adzan suara ini adalah suara pertama  kali yang  dia dengar dan diharapkan kelak dia dewasa anak tergerak jika mendengar adzan dan melaksanakan sholat.

Pada usia dini merupakan masa-masa Golden Age, pada masa golden age berumur 0-6 tahun pada masa ini otak anak berkembang 80%. Pada masa ini pula anak-anak mudah dibentuk oleh karena itu Anak perlu dibimbing dengan cara yang baik dan sesuai dengan usianya, agar  nantinya dia menjadi anak yang unggul dalam agama maupun intelektualnya.  Oleh Karena itu peran pendidik dan orang tua dalam mendidik anak sangat penting. Orang tua dan pendidik harus melihat potensi anak yang dimilikinya dan orang tua maupun pendidik harus membantu mengembangkan potensi yang dia miliki, dan jangan sampai orang tua memaksa kehendak pada anaknya.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa saja potensi-potensi dalam diri manusia?

2.      Apa saja kebutuhan-kebutuhan anak?

3.      Apa saja aliran-aliran dalam pendidikan anak dan korelasinya dengan pendidikan islam?

4.      Bagaiman tahapan pendidikan anak dalam islam?

5.      Bagimana pendidikan aqidah?

B.       Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui potensi-potensi dalam diri manusia.

2.      Untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhan anak.

3.      Untuk mengetahui aliran-aliran dalam pendidikan anak dan korelasinya dengan pendidikan islam.

4.      Untuk mengetahui tahapan pendidikan anak dalam islam.

5.      Untuk mengetahui pendidikan aqidah.

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Potensi-Potensi Dalam Diri Manusia

Islam menyadari tugas berat yang dibebankan kepada manusia sehingga untuk mewujudkan hal tersebut manusia harus memaksimalkan potensi yang mereka miliki yaitu dengan cara belajar serta menempuh pendidikan. Diantara potensi-potensi itu adalah :

1.      Potensi Intelektual

Manusia diciptakan didunia ini dengan tugas berat yakni sebagai wakil allah SWT didunia atau sebagai khilafah. Manusia diberi amanah untuk mengelola dan menjaga bumi seisinya bahkan semesta alam ini diciptakan untuk kebutuhan manusia. Untuk menjalankan tugas tersebut manusia dibekali potensi dalam diri mereka berupa potensi intelektualitas. Namaun potensi tersebut tidak bisa langsung digunakan setelah manusia dilahirkan, melainkan membutuhkan usaha dan kerja keras, agar potensi itu tumbuh dan berkembanng serta dapat dimanfaatkan secara maksimal. Dengan potensi yang diasah dan dijaga selama proses pendidikan maka mereka mampu menguasai semesta alam dan isinya seperti yang diterangkan dalam QS. Ar-Rahman ayat : 33

 

 

 

 

 


Artinya : “Hai golongan jin san manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan”.

Potensi intelektualitas yang ada pada setiap diri anak akan berkembang seiring perkembangan usia mereka. Anak secara alami akan berjalan, berbicara, berlari hingga akhirnya mereka mampu melakukan segala susuatu secara mandiri, naluri keingin-tahuan anak itu sangat tinggi sehingga mereka dapat mencoba dan melakukan sesuatu.Potensi atau naluri keingin-tahuan ini harus dioptimalkan sejak anak usia dini. Mereka harus diberi stimulus dan arahan agar dapat berkembang dengan baik. Potensi-potensi yang ada pada diri setiap anak harus dioptimalkan sehingga mereka mempunyai modal yang cukup untuk memasuki tahap selanjutnya dalam proses pendidikan dasar.

Selain fakta bahwa anak adalah makhluk yang dapat di didik, harus kita pahami bahwa setiap anak terlahir dalam keadaan yang lemah. Perlahan-lahan anak akan tumbuh berkembang mereka sangat kuat dan mampu hidup mandiri. Agama islam memperingatkan setiap orang tua dengan sangat keras agar mereka hendaknya memperhatikan kebutuhan setiap anak dan jangan sampai anak tumbuh menjadi generasi yang lemah baik secara fisik terlebih spritual. Seperti yang diterangkan dalam al-Qur’an surah an-nisa ayat : 9

 

 

 

 

 


Artinya : “Dan hendaklah takut kepada allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.

2.      Potensi Akidah 

Manusaia adalah makhluk yang meyakini kebenaran tuhan jauh sebelum manusia dilahirkan di dunia ini yakni ketika manusia berda di alam ruh. Hal ini diterangkan dalm al-Qur’an surah al-A’raf ayat : 172

 

 

 

 

 

 

 

 


Artinya : “Dan (ingatlah), ketika tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak adam dari sulbi mereka dan allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):” bukanlah aku ini tuhanmu?” Mereka menjawab : “betul (engkau tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan : “sesungguhnya kami (bani adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan tuhan)”.

Manusia terlahir sebagai makhluk yang meyakini keberadaan tuhan melalui persaksian yang mereka ucapkan bahkan sebelum mereka dilahirkan. Persaksian ini diperbaharui ketika anak dilahirkan maka pertama yang harus dilakukan orang tua adalah mengumandangkan adzan ditelinga kanan dan iqamah ditelinga kiri

3.      Potensi keberagamaan

Setiap manusia dilahirkan berbeda-beda tidak satupun manusia yang dilahirkan sama walupun kembar pasti berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa setiap anak mempunyai kemmpuan yang berbeda-beda, karena itulah proses pendidikan anak usia dini dalan islam harus berorientasi pada keberagaman potensii yang dimiliki pda setiap anak. Dalam QS. Al-mu’minun ayat 12-14 :

 

 

 

 

 

 

Artinya : “ Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu sripati (berasal) dari tanah”. (12) kemudian kami jadaikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim)”. (13)kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dangan daging. Kemudain kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka maha sucilah allah, pencipta yang paling baik”. (14)

Rasulullah SAW bersabda : “Bertakwalah kalian kepada allah , dan bersikaplah adil kepada anak-anak kalian”. (HR.Mutafaq Alaih).      

Pendidikan islam menghendaki setiap anak mempunyai kesempatan yang sama sehingga anak tumbuh sesuai dengan potensi yang ada dalam diri mereka. Terutama potensi tauhid yang ada pada diri setiap manusia, potensi tersebut membutuhkan pengarahan dan pendampingan agar tidak menyimpang seiring perkembangan usia anak-anak. Potensi tauhid pada diri anak  membutuhkan pemicu agar tumbuh dan berkembang secara optimal.[1]

B.            Kebutuhan-Kebutuhan Anak

Kebutuhan atau Needs adalah konstruk mengenai kekuatan otak yang mengorganisir berbagai proses seperti persepsi, berfikir, berbuat untuk mengubah kondisi yang ada dan tidak memuaskan. Bisa dibangkitkan oleh proses internal, tetapi lebih sering dirangsang oleh faktor lingkungan, biasanya kebutuhan di barengi dengan perasaan atau emosi khusus, dan memiliki cara khusus untuk mengekspresikannya dalam mencapai permasalahan.

 Perkembangan anak turut pula dipengaruhi oleh pemenuhan kebutuhan yang di dapat oleh anak sejak usia dini, dimana orang tua mempunyai kewajiban dalam memenuhi kebutuhannya. Semakin sempurna pemenuhan kebutuhan yang didapat oleh anak, maka akan semakin besar tingkat keberhasilan bagi anak pada masa dewasa.

Untuk memaksimalkan potensi yang ada pada diri anak maka mereka membutuhkan beberapa hal diantaranya :

1.         Kebutuhan Biologis

Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi salah satunya adalah kebutuhan biologis yang terdiri dari oksigen yang dibutuhkan untuk proses respirasi, cairan, istirahat dan tidur, melakukan aktivitas, pakaian, tempat berlindung, bereproduksi dan mempunyai suhu tubuh. Kebutuhan terhadap materi akan selalu bertambah seiring bertambahnya usia anak mulai dari dalam kandungan hingga mereka dewasa kebutuhan tersebut harus dipenuhi orang tua. Pada masa laten anak-anak cenderung tenang, dorongan-dorongan nampak selalu tertekan dan tidak mencolok. Pada masa ini anak relatif mudah dididik, cenderung menurut dan patuh. Dalam QS Al-Isra’ ayat 31 diterangkan tentang larangan membunuh anak hanya karena banyaknya kebutuhan mereka sehingga orang tua takut menjadi miskin dan susah. Karena pada hakikatnya Allah SWT telah menjamin rezeki setiap anak.

وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا

Artinya : “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” (QS. Al-Isra’: 31)

Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa Allah SWT sangat sayang kepada hamba-hamba-Nya, lebih dari kasih sayang orang tua kepada anaknya, karena Dia telah melarang umat manusia membunuh anak-anak mereka. Sebagaimana pula Allah mewasiatkan kepada orang tua terhadap anak-anaknya dalam pembagian waris. Dulu, orang-orang Jahiliyah tidak memberikan warisan kepada anak perempuan. Bahkan ada salah seorang di antara mereka yang membunuh anak perempuannya dengan tujuan agar tidak semakin banyak beban hidupnya. Lalu Allah melarang perbuatan tersebut seraya berfirman: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan.” Maksudnya, karena kalian takut menjadi miskin dalam keadaan yang kedua.Oleh karena itu, Dia mengedepankan perhatian terhadap rizki mereka, di mana Dia berfirman: “Kamilah yang memberi rizki kepada mereka dan juga kepada kalian.”Disamping itu, proses pendidikan anak usia dini adalah pemenuhan kebutuhan jasmani mereka. Proses pendidikan tidak dapat berjalan optimal jika anak belum mendapatkan kebutuhan dasar seperti makanan, minuman hingga kasih sayang. Kondisi anak yang terlahir dalam keadaan lemah membutuhkan bantuan orang tua untuk bertahan hidup hingga akhirnya hidup mandiri.

2.      Kebutuhan Perlindungan

Islam memandang anak sebagai karunia yang mahal harganya yang berstatus suci. Karunia yang mahal ini sebagai amanah yang harus dijaga dan dilindungi oleh orang tua khususnya, karena anak sebagai aset orang tua dan aset bangsa. Islam telah memberikan perhatian yang besar terhadap perlindungan anak-anak. Perlindungan dalam Islam meliputi fisik, psikis, intelektual, moral, ekonomi, dan lainnya. Hal ini dijabarkan dalam bentuk memenuhi semua hak- haknya, menjamin kebutuhan sandang dan pangannya, menjaga nama baik dan martabatnya, menjaga kesehatannya, memilihkan teman bergaul yang baik, menghindarkan dari kekerasan, dan lain-lain.[2]

C.      Aliran-Aliran dalam Pendidikan Anak dan Korelasinya dengan Pendidikan Islam.

Ada 3 aliran yang membahas tentang potensi-potensi dalam diri manusia yang selanjutnya mempengaruhi pola pendidikan yang dijalankan dalam kehidupan selama ini yaitu aliran Nativisme, Empirisme, dan konvergensi. Ketiga aliran psikologi ini memberikan pengaruh dalam proses pendidikan yang selam ini berjalan.

1.      Aliran Nativisme/Pesimisme

Kata Nativisme berasal dari kata Nativus. Aliran ini pertama kali dipelapori oleh Schopenhauwer yang menyatakan bahwa perkembangan seorang anak telah ditentukan oleh pembawaannya. Menurutnya setiap anak yang terlahir dengan pembawaannya tersebut sehingga proses pendidikan tidak berperan apa-apa. Aliran ini mempunyai cabang-cabang diantaranya :

a.         Aliran naturalisme yang dipelopori oleh JJ.Rousseau yang menyatakan bahwa pendidikan hanya menyebabkan anak menjdi buruk. Menurutnya setiap anak itu baik namun masyarakat menjadikan anak menjadi buruk.

b.         Aliran Predestinasi/Predeterminasi yaitu aliran yang meyakini bahwa perkembangan anak telah diramalkan atau ditentukan sebelumnya oleh nasib. Destiny berarti nasib. Aliran ini dipelopori oleh Gregor Mendel. Beliau menyatakan bahwa pendidikan tidak mempunyai peran apapun, karena manusia adalah produk alamiah yang sebelumnya bukan setelahnya.

Konsep Nativisme tentang pembawaan/potensi dasar tidak berbeda jauh dengan konsep fitrah dalam Islam. Fitrah yang dalam pengertian etimologis mengandung arti “kejadian” yang didalamnya berisi potensi dasar beragama yang benar dan lurus yaitu Islam. Potensi dasar ini tidak dapat diubah oleh siapapun atau lingkungan apapun, karena fitrah itu merupakan ciptaan Allah yang tidak akan mengalami perubahan baik isi maupun bentuknya dalam tiap pribadi manusia. Firman Allah dalam S. al-A’rof:172 yang berbunyi:

 

 

 

 


Artinya:  “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)"

Sabda Nabi: “Setiap orang dilahirkan oleh ibunya atas dasar fitrah (potensi dasar untuk beragama), maka setelah itu orang tuanya mendidik menjadi beragama Yahudi dan Nasrani dan Majusi, jika orang tua keduanya beragama Islam, maka anaknya  Muslim (pula)”

2.      Aliran Empirisme

Aliran ini adalah kebalikaan dari alairan nativisme. Aliran ini mempercayai bahwa manusia dapat dibentuk melalui pendidikan dan lingkungan yang tepat. Aliran ini dipelopori oleh John Locke dengan teori Tabularasnya bahwa anak dilahirkan dalam keadaan masih bersih dan tidak mengandung apa-apa sehingga dapat dibentuk atau ditulis sesuai keinginan. Aliran ini juga mempunyai cabang diantaranya :

a.       Aliran Behavioursme yang menyatakan bahwa pendidikan maha kuasa terhadap perkembangan anak. Tokoh-tokohnya adalah Pavlov dan Watson. Bahkan Watson menyatakan : “Berikan kepada saya selusin bayi sehat dan tidak cacat maka saya akan ciptakan sebaik-baiknyaa sesuai dengan lingkungan mereka dan sesuai keinginan saya, anak tersebut akan menjadi sarjana, insinyur, seniman, pencuri, atau tipe yang lain”. Karena pendidikan dan lingkungan sangat dominan dalam perkembangan anak.

·         Relevansi Empirisme dengan Proses Pendidikan Islam

Pengertian fitrah tidak hanya mengandung kemampuan dasar pasif yang beraspek hanya pada kecerdasan semata dalam kaitannya dengan pengembangan ilmu pengetahuan, melainkan mengandung pula tabiat atau watak dan kecenderungan untuk mengacu kepada pengaruh lingkungan eksternal, sekalipun tidak aktif. Walaupun demikian al-Qur’an dan al-Hadits tidak dapat dikatakan sebagai sumber Ilmu Pendidikan yang berpaham empiris. Firman Allah dalam S. al-Alaq: 3-4

 

 

 

 

 


Artinya : ”Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam"

Ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia tanpa melalui belajar niscaya tidak akan mengetahui segala sesuatu yang ia butuhkan bagi kelangsungan hidupnya di dunia dan akhirat. Pengetahuan manusia akan berkembang jika diperoleh melalui proses belajar mengajar.

Sabda Nabi SAW, Artinya : “Tiadaklah anak dilahirkan atas dasar fitrah, maka kedua orang tuanya mendidiknya menjadi Yahudi atau Nasrani (H.R. Abu Hurairah). Atas dasar al-Hadits diatas maka kita dapat memperoleh petunjuk bahwa fitrah sebagai faktor pembawaan sejak lahir manusia dapat dipengaruhi oleh lingkungan diluar dirinya, bahkan ia tak akan dapat berkembang sama sekali bila tanpa adanya pengaruh lingkungan. Dan tanpa penyediaan kesempatan yang cukup memadai (favourable) maka kemampuan dasar tersebut tidak akan mengalami perkembangan yang progresif vertikal dan horizontal secara normal dan optimal.  Dengan demikian pengaruh lingkungan menjadi suatu keniscayaan agar kemampuan/ potensi dapat berkembang.

3.      Aliran Konvergensi

Aliran ini mencoba mengambil jalan tengah atas dua aliran sebelumnya. Aliran ini menyatakan bahwa perkembangan seorang anak itu ditentukan oleh kerjasama antara dua faktor yaitu : pembawaan dan lingkungan. Kedua faktor ini berperan penting dalam tumbuh kembang seorang anak. Aliran ini di pelopori oleh William Stern. Perpaduan antara faktor internal dan eksternal adalah faktor yang menentukan dalam kehidupan seorang anak.

Firman Allah dalam S. al-Insan: 3 yang berbunyi:

Artinya: “Sesungguhnya kami Telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir”

Atas dasar ayat tersebut kita dapat menginterpretasikan bahwa dalam fitrahnya manusia diberi kemampuan untuk memilih jalan yang benar dari yang salah. Kemampuan memilih tersebut mendapatkan pengarahan dalam proses pendidikan yang mempengaruhinya. Jelaslah bahwa faktor kemampuan memilih yang terdapat didalam fitrah (human nature) manusia berpusat pada kemampuan berpikir sehat (berakal sehat). Dengan demikian berpikir benar dan sehat adalah merupakan kemampuan fitrah yang dapat dikembangkan melalui pendidikan dan latihan. Dalam pengertian ini pendidikan Islam berproses secara konvergensis, yang dapat membawa kepada paham konvergensi dalam pendidikan Islam. [3]

D. Tahapan pendidikan anak dalam islam

4 tahap bagaimana mendidik anak mengikut sunnah Rasulullah s.a.w adalah :

1.      Umur anak-anak 0–6 tahun. Pada masa ini, Rasulullah s.a.w menyuruh kita untuk memanjakan, mengasihi dan menyayangi anak dengan kasih sayang yg tidak berbatas. Berikan mereka kasih sayang tanpa mengira anak sulung mahupun bongsu dengan bersikap adil terhadap setiap anak-anak. Tidak boleh dipukul sekiranya mereka melakukan kesalahan walaupun atas dasar untuk mendidik. Sehingga, anak-anak akan lebih dekat dengan kita dan merasakan kita sebagai bagian dari dirinya saat besar, yang dapat dianggap sebagai teman dan rujukan yang terbaik. Anak-anak merasa aman dalam meniti usia kecil mereka karena mereka tahu anda (ibu bapak) selalu ada disisi mereka setiap masa.

2.      Umur anak-anak 7–14 tahun. Pada tahap ini kita mula menanamkan nilai DISIPLIN dan TANGUNGJAWAB kepada anak-anak. Menurut hadits Abu Daud, “Perintahlah anak-anak kamu supaya mendirikan shalat ketika berusia tujuh tahun dan pukullah mereka karena meninggalkan shalat ketika berumur sepuluh tahun dan asingkanlah tempat tidur di antara mereka (lelaki dan perempuan). Pukul itu pula bukanlah untuk menyiksa, cuma sekadar untuk mengingatkan mereka. Janganlah dipukul bagian muka karena muka adalah tempat penghormatan seseorang. Allah SWT mencipta sendiri muka Nabi Adam. Sehingga, anak-anak akan lebih bertanggungjawab pada setiap suruhan terutama dalam mendirikan sholat. Inilah masa terbaik bagi kita dalam memprogramkan kepribadian dan akhlak anak-anak mengikut acuan Islam. Terserah pada ibu bapak apakah ingin menjadikan mereka seorang muslim, yahudi, nasrani ataupun majusi.

3.      Umur anak-anak 15- 21 tahun. Inilah fasa remaja yang penuh sikap memberontak. Pada tahap ini, ibubapa seeloknya mendekati anak-anak dengan BERKAWAN dengan mereka. Banyakkan berborak dan berbincang dengan mereka tentang perkara yang mereka hadapi. Bagi anak remaja perempuan, berkongsilah dengan mereka tentang kisah kedatangan ‘haid’ mereka dan perasaan mereka ketika itu. Jadilah pendengar yang setia kepada mereka. Sekiranya tidak bersetuju dengan sebarang tindakan mereka, hindari menghardik atau memarahi mereka terutama dihadapan saudara-saudaranya yang lain tetapi gunakan pendekatan secara diplomasi walaupun kita adalah orang tua mereka. Sehingga, tidak ada orang ketiga atau ‘asing’ akan hadir dalam hidup mereka sebagai tempat rujukan dan pendengar masalah mereka. Mereka tidak akan terpengaruh untuk keluar rumah untuk mencari kesenangan lain karena memandangkan semua kebahagian dan kesenangan telah ada di rumah bersama keluarga.

4.      Umur anak 21 tahun dan ke atas. Fase ini adalah masa ibu bapak untuk memberikan sepenuh KEPERCAYAAN kepada anak-anak dengan memberi KEBEBASAN dalam membuat keputusan mereka sendiri. Ibu bapak hanya perlu pantau, menasehati dengan diiringi doa agar setiap tindakan yang diambil mereka adalah betul. Berawal dari pengembaraan kehidupan mereka yang benar di luar rumah. InsyaAllah dengan segala displin yang diasah sejak tahap ke-2 sebelum ini cukup menjadi benteng diri buat mereka. Ibu bapak jangan lelah untuk menasihati mereka, kerana kalimat nasihat yang diucap sebanyak 200 kali atau lebih terhadap anak-anak mampu membentuk tingkah aku yang baik seperti yang ibu bapak inginkan.

Tiada manusia dilahirkan tanpa titik permulaan. Sesungguhnya fase yang terpenting dalam pertumbuhan setiap anak-anak adalah pada fase yang pertama mengikuti pendidikan Rasulullah S.A.W seperti di atas. Tahap ini dianggap paling penting karena ketika inilah asas dalam kerohanian anak-anak yang sehat terbentuk.

Termasuk perilaku, anak-anak yang diberi perhatian dan kasih sayang yang cukup akan membesar dengan penuh yakin dan lebih mudah mendengar kata. Sebaliknya bagi anak-anak yang kurang diberi perhatian, mereka mudah memberontak dengan melakukan perkara yang dilarang walaupun berulang kali ditegur. Mereka percaya itulah cara terbaik bagaimana untuk menarik perhatian anda lagi.[4]

E. Pendidikan Aqidah

Pengertian Pendidikan Aqidah Pendidikan berasal dari kata dasar “didik” yang mengandung arti pelihara dan latih. Konsep pendidikan dalam bentuk praktik mengarah pada pengertian pendidikan sebagai suatu “proses”. Sedangkan pengertian pendidikan dilihat dari historisnya, pendidikan berasal dari bahasa Yunani “paedagogie” yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak.  Dalam bahasa Arab kata pendidikan berasal dari kata rabba-yurabbitarbiyatan, berarti mendidik, mengasuh dan memelihara.Bahasa Arab pendidikan sering diambilkan dari kata „allama dan addaba. Kata allama berarti mengajar (menyampaikan pengetahuan), memberitahu, mendidik. Sedang kata addaba lebih menekankan pada melatih, memperbaiki, penyempurnaan akhlak (sopan santun) dan berbudi baik. Namun kedua kata tersebut jarang digunakan untuk diterapkan sebagai wakil dari kata pendidikan, sebab pendidikan itu harus mencakup keseluruhan, baik aspek intelektual, moralitas atau psikomotorik dan afektif.

Dengan demikian, ada tiga istilah pendidikan dalam konteks Islam yang digunakan untuk mewakili kata pendidikan, yaitu tarbiyah, ta‟lim dan ta‟dib. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, kata tarbiyah dipandang tepat untuk mewakili kata pendidikan, karena kata tarbiyah mengandung arti memelihara, mengasuh dan mendidik yang ke dalamnya sudah termasuk makna mengajar atau „allama dan menanamkan budi pekerti (addaba).

 Adapun pengertian aqidah secara etimologi adalah bentuk masdar dari kata” „aqoda-ya‟qidu-„aqidan-„aqidatan yang berarti simpulan, ikatan, perjanjian, dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi aqidah berarti keyakinan. Relevansi antara arti kata aqdan dan aqidah adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian. Sedangkan menurut istilah aqidah terdapat beberapa definisi diantaranya: Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy mengatakan akidah “Yaitu sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu, dan fitrah.

Kebenaran itu dipatrikan di dalam hati dan diyakini kesahihan dan keberadaannya secara pasti, dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.” 15 Menurut Gustave Le Bon, pujangga prancis yang terkenal dan seorang ahli kemasyarakatan dalam kitabnya Al Araa‟ wal Mu‟taqadat mentakrifkan bahwa aqidah ialah keimanan yang tumbuh dari suatu sumber yang tak dapat dirasakan yang memaksa manusia mempercayai sesuatu ketentuan tanpa dalih.16 Sedangkan ulama‟ fiqh mendefinisikan akidah sebagai berikut: Akidah ialah sesuatu yang diyakini dan dipegang teguh, sukar sekali untuk diubah. Ia beriman berdasarkan dalil-dalil yang sesuai dengan kenyataan, seperti beriman kepada Allah Swt. Para Malaikat Allah, Kitab-kitab Allah, dan Rasul-rasul Allah, adanya kadar baik dan buruk, dan adanya hari akhir.

Pendidikan akidah adalah suatu proses usaha yang berupa pengajaran, bimbingan, pengarahan, pembinaan kepada manusia agar nantinya dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan akidah Islam yang telah diyakini secara menyeluruh, mengembangkan dan memantapkan kemampuannya dalam mengenal Allah, serta menjadikan akidah Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya dalam berbagai kehidupan baik pribadi, keluarga, maupun kehidupan masyarakat demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat dengan dilandasi oleh keyakinan kepada Allah semata. Hal ini sesuai dengan karakteristik ajaran Islam sendiri yaitu, mengesakan Allah dan menyerahkan diri kepada-Nya. Allah-lah yang mengatur hidup dan kehidupan umat manusia dan seluruh alam. Dialah yang berhak ditaati dan dimintai pertolongan-Nya.

Dasar pendidikan aqidah adalah al-Qur‟an dan as-Sunnah Artinya apa saja yang disampaikan Allah dalam al-Qur‟an dan oleh rasul-Nya dalam sunnahnya wajib diimani dan diamalkan.19 a. Al-Qur‟an Al-Qur‟an dijadikan sumber pendidikan yang pertama dan utama karena ia memiliki nilai absolut yang diturunkan dari Tuhan. Menciptakan manusia dan Dia pula yang mendidik manusia, yang mana isi pendidikan itu termaktub dalam wahyu-Nya.

Pendidikan aqidah terhadap anak dijelaskan dalam beberapa ayat dalam al Quran diantaranya surat al-Baqarah ayat 133, tentang wasiat nabi Ya‟kub kepada anaknya untuk selalu menyembah Allah sampai akhirhayatnya, surat lain yang menyebutkan pendidikan aqidah adalah surat Luqman ayat 13:

 

 

 

 

 


 “Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (Q.S. Luqman [31:13]).

 Al-Quran sebagai sumber segala sumber hukum Islam hanyalah memuat prinsip-prinsip dasar ajaran Islam. Untuk menguraikan prinsip-prinsip dasar tersebut secara rinci merupakan contoh dan petunjuk bahwa seluruh kandungan al-Qur‟an masih perlu penjelasan. Penjelasan al-Qur‟an dapat dijumpai dalam sunnah Rasul.

Sunnah rasul itu merupakan cermin dari segala tingkah laku Rasulullah saw yang harus diteladani. Inilah salah satu alat pendidikan yang paling efektif dalam pembentukan pribadi. Karena keglobalan al-Qur‟an dan tidak dapat diurai kecuali melalui sunnah rasul, maka sumber kedua setelah al-Qur‟an ialah sunnah rasul tersebut.

Sedangkan akal tidaklah menjadi sumber aqidah, tetapi hanya berfungsi memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber tersebut dan mencoba kalau diperlukan- membuktikan secara ilmiah kebenaran yang disampaikan oleh al-Qur‟an dan sunnah. Itupun harus didasari oleh suatu kesadaran bahwa kemampuan akal sangat terbatas, sesuai dengan terbatasnya semua makhluk Allah. Akal tidak akan mampu menjangkau masail ghaibiyah (masalah ghaib), bahkan akal tidak akan mampu menjangkau sesuatu yang tidak terikat dengan ruang dan waktu. Oleh Karena itu akal tidak boleh dipaksa memahami hal-hal ghaib tersebut.[5]

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

A.        Kesimpulan

Islam menyadari tugas berat yang dibebankan kepada manusia sehingga untuk mewujudkan hal tersebut manusia harus memaksimalkan potensi yang mereka miliki yaitu dengan cara belajar serta menempuh pendidikan. Potensi dalam diri manusia yaitu potensi intelektual,aqidah, dan keberagaman. Ada 3 aliran yang membahas tentang potensi-potensi dalam diri manusia yang selanjutnya mempengaruhi pola pendidikan yang dijalankan dalam kehidupan selama ini yaitu aliran Nativisme, Empirisme, dan konvergensi. Tahapan pendidikan anak usia dini mengikuti pendidikan yang pernah diterapkan oleh rasulullah. Pendidikan akidah adalah suatu proses usaha yang berupa pengajaran, bimbingan, pengarahan, pembinaan kepada manusia agar nantinya dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan akidah Islam yang telah diyakini secara menyeluruh, mengembangkan dan memantapkan kemampuannya dalam mengenal Allah, serta menjadikan akidah Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya dalam berbagai kehidupan baik pribadi, keluarga, maupun kehidupan masyarakat demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat dengan dilandasi oleh keyakinan kepada Allah semata.

B.     Saran

Dalam penyusunan makalah penulis sadar bahwa banyak kesalahan, Oleh karena itu, agar membangun dan menyempurnakan makalah tersebut di perlukan kritik atau saran dari para pembaca dan mudah mudahan dengan cara ini penulis bisa membuatnya lebih baik lagi. Dan juga makalah ini bermaksud untuk mengingatkan akan pentingnya mengetahui bagaimana mengenai pendidikan anak usia dini.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Hastati, Netty dkk. Islam dan Psikologi. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. 2005

Praja, Juhaya S. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Bandung: Yayasan Piara. 1997

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Alwisol. 2007. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.

Jamal Abdurrahman, Tahapan Mendidik Anak: Teladan Rasulullah, terjemahan oleh Bahrun Abu Bakar, judul asli ”Athfalul Muslimin Kaifa Rabbahumunnabiyul Amin”, Bandung, Irsyad Baitus Salam, 2005.

http://arizhu.blogspot.com/2013/02/jenis-jenis-potensi-yang-ada-pada-diri.html

https://www.lyceum.id/inilah-4-potensi-manusia-menurut-al-quran/

https://mellyhandayanicyrus.wordpress.com/2015/05/16/kebutuhan-perkembangan-anak/

http://tkhjnartini.blogspot.com/2016/01/kebutuhan-anak-usia-dini.html

http://asfahani0.blogspot.com/2013/11/perspektif-islam-terhadap-aliran.html