BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Setiap makhluk hidup membutuhkan pendidikan, baik itu
pendidikan formal, informal maupun non formal. Pendidikan pada dasarnya
merupakan proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan dirinya, sehingga
mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi dalam kehidupan.
Di tengah persaingan global, pendidikan memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada anak didik untuk tumbuh dan berkembang sesuai
dengan potensi, bakat, minat dan kesanggupannya. Menyelenggarakan pendidikan
yang membebaskan anak dari tindak kekerasan. Menyelenggarakan pendidikan yang
memperlakukan anak dengan ramah. Menyelenggarakan pendidikan yang memanusiakan
anak. Menyelenggarakan pendidikan yang memenuhi hak-hak anak. Hal tersebut akan
terwujud jika pendidikan yang demikian dilakukan sejak anak usia dini.
Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan fondasi bagi
perkembangan kualitas sumber daya manusia selanjutnya. Karena itu peningkatan
penyelenggaraan PAUD sangat memegang peranan yang penting untuk kemajuan
pendidikan di masa mendatang. Arti penting mendidik anak sejak usia dini
dilandasai dengan kesadaran bahwa masa kanak-kanak adalah masa keemasan (the
Golden Age), karena dalam rentang usia dari 0 sampai 5 tahun, perkembangan
fisik, motorik dan berbahasa atau linguistik seorang anak akan tumbuh dengan
pesat. Selain itu anak pada usia 2 sampai 6 tahun dipenuhi dengan senang
bermain. Konsep bermain sambil belajar serta belajar sambil bermain pada PAUD
merupakan pondasi yang mengarahkan anak pada pengembangan kemampuan yang lebih
beragam, sehingga di kemudian hari anak bisa berdiri kokoh dan menjadi sosok
manusia yang berkualitas.
Untuk itu pengembangan program PAUD harus digalakkan di
berbagai tempat di wilayah Indonesia. Pendidikan anak memang harus dimulai
sejak dini, agar anak bisa mengembangkan potensinya secara optimal. Anak-anak
yang mengikuti PAUD menjadi lebih mandiri, disiplin, dan mudah diarahkan untuk
menyerap ilmu pengetahuan secara optimal. Hal ini harus dimengerti oleh setiap
orang tua, dengan memberikan stimulasi yang tepat agar kemampuan anak tersebut
teraktualisasi dan berkembang dengan optimal. Proses pendidikan dan
pembelajaran pada anak usia dini hendaknya dilakukan dengan tujuan memberikan
konsep yang bermakna bagi anak melalui
pengalaman nyata. Hanya pengalaman
nyatalah yang memungkinkan anak menunjukkan aktivitas dan
rasa ingin tahu (curiousity) secara optimal dan menempatkan posisi
pendidik sebagai pendamping, pembimbing serta fasilitator bagi anak.
Pendidikan adalah hak warga negara, tidak terkecuali pendidikan di
usia dini merupakan hak warga negara dalam mengembangkan potensinya sejak dini.
Berdasarkan berbagai penelitian bahwa usia dini merupakan pondasi terbaik dalam
mengembangkan kehidupannya di masa depan. Selain itu pendidikan di usia
dini dapat mengoptimalkan kemampuan dasar anak dalam menerima proses pendidikan
di usia-usia berikutnya.
Dengan terbitnya Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas), keberadaan pendidikan usia dini diakui secara
sah. Hal itu terkandung dalam bagian tujuh, pasal 28 ayat 1-6, di mana
pendidikan anak usia dini diarahkan pada pendidikan pra-sekolah yaitu anak usia
0-6 tahun. Dalam penjabaran pengertian, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisidiknas
menyatakan bahwa: “ Pendidikan anak usia
dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”.
Agama Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan agama inilah
Allah menutup agama-agama sebelumnya. Allah telah menyempurnakan agama ini bagi
hamba-hambaNya. Dengan agama Islam ini pula Allah menyempurnakan nikmat atas
mereka. Allah hanya meridhoi Islam sebagai agama yang harus mereka peluk. Oleh
sebab itu tidak ada suatu agama pun yang diterima selain Islam. Allah ta’ala
berfirman,
الْيَوْمَ
أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ
الإِسْلاَمَ دِيناً
“Pada hari ini Aku telah
sempurnakan bagi kalian agama kalian, dan Aku telah cukupkan nikmat-Ku atas
kalian dan Aku pun telah ridha Islam menjadi agama bagi kalian.” (QS. Al Maa’idah: 3)
Salah satu tujuan
diturunkannya agama Islam adalah memperbaiki akhlak manusia. Ahklak hanya dapat
dperbaiki dengan proses pendidikan, baik formal maupun informal. Konsep
membaca hanya dapat dilakukan melalui proses pendidikan. Adapun tujuan
pendidikan menurut Islam adalah agar seseorang dapat memahami tentang kekuasaan
Allah SWT (yang tersirat dan tersurat) dengan segala peraturan-peraturan Allah
serta mampu menempatkan posisinya sebagai hamba Allah SWT.
Mengkaji makna
pendidikan anak menurut Islam dengan seluruh aspeknya merupakan kewajiban
setiap muslim, mempelajari berbagai hal, baik ilmu aqidah, syariah maupun
muamalah merupakan rangkuman pokok-pokok ajaran agama Islam. Karena itu,
penulis akan menggali khasanah ilmu pendidikan dalam pandangan Islam, baik
pengertian, tujuan ataupun ruang lingkup pendidikan menurut ajaran Islam.
Pendidikan adalah hak warga
negara, tidak terkecuali pendidikan di usia dini merupakan hak warga negara
dalam mengembangkan potensinya sejak dini. Berdasarkan berbagai penelitian
bahwa usia dini merupakan pondasi terbaik dalam mengembangkan kehidupannya di
masa depan. Selain itu pendidikan di usia dini dapat mengoptimalkan
kemampuan dasar anak dalam menerima proses pendidikan di usia-usia berikutnya.
Menurut ayat suci yang
termaktub dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa anak lahir seperti kertas
putih, anak tersebut akan menjadi anak Majusi atau Yahudi, tergantung oleh
pendidikan yang diperoleh. Pendidikan untuk anak usia dini juga sangat penting
dalam pembentukan karakter pada anak. Menurut Islam pendidikan anak dimulai
sejak anak dalam kandungan. Contohnya seorang ibu disarankan banyak membaca
ayat suci, Al_Qur’an, dan dinasehatkan banyak berbuat kebajikan. Pada
waktu ibu mengandung dianjurkan bayi yang masih dalam kandungan di dengarkan lagu-lagu
yang Islami, hal itu akan mempengaruhi karakter anak jika kelak ia dewasa nanti
itu merupakan bukti, bayi dalam kandungan terdidik dengan baik. Pada
saat lahir, oleh ayahnya dikumandangkan suara adzan suara ini adalah
suara pertama kali yang dia dengar dan diharapkan kelak dia dewasa
anak tergerak jika mendengar adzan dan melaksanakan sholat.
Pada usia dini
merupakan masa-masa Golden Age, pada masa golden age berumur 0-6 tahun pada
masa ini otak anak berkembang 80%. Pada masa ini pula anak-anak mudah dibentuk
oleh karena itu Anak perlu dibimbing dengan cara yang baik dan sesuai dengan
usianya, agar nantinya dia menjadi anak yang unggul dalam agama maupun
intelektualnya. Oleh Karena itu peran pendidik dan orang tua dalam
mendidik anak sangat penting. Orang tua dan pendidik harus melihat potensi anak
yang dimilikinya dan orang tua maupun pendidik harus membantu mengembangkan
potensi yang dia miliki, dan jangan sampai orang tua memaksa kehendak pada
anaknya.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa saja potensi-potensi dalam diri manusia?
2.
Apa saja kebutuhan-kebutuhan anak?
3.
Apa saja aliran-aliran dalam pendidikan anak dan korelasinya dengan
pendidikan islam?
4.
Bagaiman tahapan pendidikan anak dalam islam?
5.
Bagimana pendidikan aqidah?
B.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk mengetahui potensi-potensi dalam diri manusia.
2.
Untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhan anak.
3.
Untuk mengetahui aliran-aliran dalam pendidikan anak dan korelasinya dengan pendidikan
islam.
4.
Untuk mengetahui tahapan pendidikan anak dalam islam.
5.
Untuk mengetahui pendidikan aqidah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Potensi-Potensi Dalam Diri Manusia
Islam menyadari tugas berat yang dibebankan kepada manusia
sehingga untuk mewujudkan hal tersebut manusia harus memaksimalkan potensi yang
mereka miliki yaitu dengan cara belajar serta menempuh pendidikan. Diantara
potensi-potensi itu adalah :
1.
Potensi
Intelektual
Manusia
diciptakan didunia ini dengan tugas berat yakni sebagai wakil allah SWT didunia
atau sebagai khilafah. Manusia diberi amanah untuk mengelola dan menjaga bumi
seisinya bahkan semesta alam ini diciptakan untuk kebutuhan manusia. Untuk
menjalankan tugas tersebut manusia dibekali potensi dalam diri mereka berupa
potensi intelektualitas. Namaun potensi tersebut tidak bisa langsung digunakan
setelah manusia dilahirkan, melainkan membutuhkan usaha dan kerja keras, agar
potensi itu tumbuh dan berkembanng serta dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Dengan potensi yang diasah dan dijaga selama proses pendidikan maka mereka
mampu menguasai semesta alam dan isinya seperti yang diterangkan dalam QS.
Ar-Rahman ayat : 33
Artinya
: “Hai golongan jin san manusia, jika
kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah,
kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan”.
Potensi
intelektualitas yang ada pada setiap diri anak akan berkembang seiring
perkembangan usia mereka. Anak secara alami akan berjalan, berbicara, berlari
hingga akhirnya mereka mampu melakukan segala susuatu secara mandiri, naluri
keingin-tahuan anak itu sangat tinggi sehingga mereka dapat mencoba dan
melakukan sesuatu.Potensi atau naluri keingin-tahuan ini harus dioptimalkan
sejak anak usia dini. Mereka harus diberi stimulus dan arahan agar dapat
berkembang dengan baik. Potensi-potensi yang ada pada diri setiap anak harus
dioptimalkan sehingga mereka mempunyai modal yang cukup untuk memasuki tahap
selanjutnya dalam proses pendidikan dasar.
Selain
fakta bahwa anak adalah makhluk yang dapat di didik, harus kita pahami bahwa
setiap anak terlahir dalam keadaan yang lemah. Perlahan-lahan anak akan tumbuh
berkembang mereka sangat kuat dan mampu hidup mandiri. Agama islam
memperingatkan setiap orang tua dengan sangat keras agar mereka hendaknya
memperhatikan kebutuhan setiap anak dan jangan sampai anak tumbuh menjadi
generasi yang lemah baik secara fisik terlebih spritual. Seperti yang
diterangkan dalam al-Qur’an surah an-nisa ayat : 9
Artinya
: “Dan hendaklah takut kepada allah
orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar”.
2.
Potensi
Akidah
Manusaia
adalah makhluk yang meyakini kebenaran tuhan jauh sebelum manusia dilahirkan di
dunia ini yakni ketika manusia berda di alam ruh. Hal ini diterangkan dalm
al-Qur’an surah al-A’raf ayat : 172
Artinya
: “Dan (ingatlah), ketika tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak adam dari sulbi mereka dan allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):” bukanlah aku ini tuhanmu?”
Mereka menjawab : “betul (engkau tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan :
“sesungguhnya kami (bani adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini
(keesaan tuhan)”.
Manusia
terlahir sebagai makhluk yang meyakini keberadaan tuhan melalui persaksian yang
mereka ucapkan bahkan sebelum mereka dilahirkan. Persaksian ini diperbaharui
ketika anak dilahirkan maka pertama yang harus dilakukan orang tua adalah
mengumandangkan adzan ditelinga kanan dan iqamah ditelinga kiri
3.
Potensi
keberagamaan
Artinya
: “ Dan sesungguhnya kami telah
menciptakan manusia dari suatu sripati (berasal) dari tanah”. (12) kemudian
kami jadaikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh
(rahim)”. (13) “ kemudian air mani itu kami jadikan segumpal
darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal
daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus
dangan daging. Kemudain kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka
maha sucilah allah, pencipta yang paling baik”. (14)
Rasulullah
SAW bersabda : “Bertakwalah kalian kepada
allah , dan bersikaplah adil kepada anak-anak kalian”. (HR.Mutafaq Alaih).
Pendidikan
islam menghendaki setiap anak mempunyai kesempatan yang sama sehingga anak
tumbuh sesuai dengan potensi yang ada dalam diri mereka. Terutama potensi
tauhid yang ada pada diri setiap manusia, potensi tersebut membutuhkan
pengarahan dan pendampingan agar tidak menyimpang seiring perkembangan usia
anak-anak. Potensi tauhid pada diri anak
membutuhkan pemicu agar tumbuh dan berkembang secara optimal.[1]
B.
Kebutuhan-Kebutuhan Anak
Kebutuhan atau Needs adalah konstruk
mengenai kekuatan otak yang mengorganisir berbagai proses seperti persepsi,
berfikir, berbuat untuk mengubah kondisi yang ada dan tidak memuaskan. Bisa
dibangkitkan oleh proses internal, tetapi lebih sering dirangsang oleh faktor
lingkungan, biasanya kebutuhan di barengi dengan perasaan atau emosi khusus,
dan memiliki cara khusus untuk mengekspresikannya dalam mencapai permasalahan.
Perkembangan anak
turut pula dipengaruhi oleh pemenuhan kebutuhan yang di dapat oleh anak sejak
usia dini, dimana orang tua mempunyai kewajiban dalam memenuhi kebutuhannya.
Semakin sempurna pemenuhan kebutuhan yang didapat oleh anak, maka akan semakin
besar tingkat keberhasilan bagi anak pada masa dewasa.
Untuk memaksimalkan potensi yang ada pada diri anak maka
mereka membutuhkan beberapa hal diantaranya :
1.
Kebutuhan
Biologis
Manusia sebagai makhluk
hidup mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi salah satunya adalah kebutuhan
biologis yang terdiri dari oksigen yang dibutuhkan untuk proses respirasi,
cairan, istirahat dan tidur, melakukan aktivitas, pakaian, tempat berlindung,
bereproduksi dan mempunyai suhu tubuh. Kebutuhan terhadap materi akan selalu
bertambah seiring bertambahnya usia anak mulai dari dalam kandungan hingga
mereka dewasa kebutuhan tersebut harus dipenuhi orang tua. Pada
masa laten anak-anak cenderung tenang, dorongan-dorongan nampak selalu tertekan
dan tidak mencolok. Pada masa ini anak relatif mudah dididik, cenderung menurut
dan patuh. Dalam
QS Al-Isra’ ayat 31 diterangkan tentang larangan membunuh anak hanya karena
banyaknya kebutuhan mereka sehingga orang tua takut menjadi miskin dan susah.
Karena pada hakikatnya Allah SWT telah menjamin rezeki setiap anak.
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ
خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ
خِطْئًا كَبِيرًا
Artinya : “Dan
janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan
memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka
adalah suatu dosa yang besar.” (QS. Al-Isra’: 31)
Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa
Allah SWT sangat sayang kepada hamba-hamba-Nya, lebih dari kasih sayang orang
tua kepada anaknya, karena Dia telah melarang umat manusia membunuh anak-anak
mereka. Sebagaimana pula Allah mewasiatkan kepada orang tua terhadap
anak-anaknya dalam pembagian waris. Dulu, orang-orang Jahiliyah tidak
memberikan warisan kepada anak perempuan. Bahkan ada salah seorang di antara
mereka yang membunuh anak perempuannya dengan tujuan agar tidak semakin banyak
beban hidupnya. Lalu Allah melarang perbuatan tersebut seraya berfirman: “Dan
janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan.” Maksudnya, karena
kalian takut menjadi miskin dalam keadaan yang kedua.Oleh karena itu, Dia
mengedepankan perhatian terhadap rizki mereka, di mana Dia berfirman: “Kamilah
yang memberi rizki kepada mereka dan juga kepada kalian.”Disamping itu, proses
pendidikan anak usia dini adalah pemenuhan kebutuhan jasmani mereka. Proses
pendidikan tidak dapat berjalan optimal jika anak belum mendapatkan kebutuhan
dasar seperti makanan, minuman hingga kasih sayang. Kondisi anak yang
terlahir dalam keadaan lemah membutuhkan bantuan orang tua untuk bertahan hidup
hingga akhirnya hidup mandiri.
2.
Kebutuhan
Perlindungan
Islam memandang anak sebagai karunia
yang mahal harganya yang berstatus suci. Karunia yang mahal ini sebagai amanah
yang harus dijaga dan dilindungi oleh orang tua khususnya, karena anak sebagai
aset orang tua dan aset bangsa. Islam telah memberikan perhatian yang besar terhadap
perlindungan anak-anak. Perlindungan dalam Islam meliputi fisik, psikis,
intelektual, moral, ekonomi, dan lainnya. Hal ini dijabarkan dalam bentuk
memenuhi semua hak- haknya, menjamin kebutuhan sandang dan pangannya, menjaga
nama baik dan martabatnya, menjaga kesehatannya, memilihkan teman bergaul yang
baik, menghindarkan dari kekerasan, dan lain-lain.[2]
C.
Aliran-Aliran dalam Pendidikan Anak dan
Korelasinya dengan Pendidikan Islam.
Ada 3 aliran
yang membahas tentang potensi-potensi dalam diri manusia yang selanjutnya
mempengaruhi pola pendidikan yang dijalankan dalam kehidupan selama ini yaitu
aliran Nativisme, Empirisme, dan konvergensi. Ketiga aliran psikologi ini
memberikan pengaruh dalam proses pendidikan yang selam ini berjalan.
1.
Aliran
Nativisme/Pesimisme
Kata Nativisme
berasal dari kata Nativus. Aliran ini pertama kali dipelapori oleh
Schopenhauwer yang menyatakan bahwa perkembangan seorang anak telah ditentukan
oleh pembawaannya. Menurutnya setiap anak yang terlahir dengan pembawaannya
tersebut sehingga proses pendidikan tidak berperan apa-apa. Aliran ini
mempunyai cabang-cabang diantaranya :
a.
Aliran
naturalisme yang dipelopori oleh JJ.Rousseau yang menyatakan bahwa pendidikan hanya
menyebabkan anak menjdi buruk. Menurutnya setiap anak itu baik namun masyarakat
menjadikan anak menjadi buruk.
b.
Aliran
Predestinasi/Predeterminasi yaitu aliran yang meyakini bahwa perkembangan anak
telah diramalkan atau ditentukan sebelumnya oleh nasib. Destiny berarti nasib.
Aliran ini dipelopori oleh Gregor Mendel. Beliau menyatakan bahwa pendidikan
tidak mempunyai peran apapun, karena manusia adalah produk alamiah yang
sebelumnya bukan setelahnya.
Konsep
Nativisme tentang pembawaan/potensi dasar tidak berbeda jauh dengan konsep
fitrah dalam Islam. Fitrah yang dalam pengertian etimologis mengandung arti
“kejadian” yang didalamnya berisi potensi dasar beragama yang benar dan lurus
yaitu Islam. Potensi dasar ini tidak dapat diubah oleh siapapun atau lingkungan
apapun, karena fitrah itu merupakan ciptaan Allah yang tidak akan mengalami
perubahan baik isi maupun bentuknya dalam tiap pribadi manusia. Firman Allah dalam S. al-A’rof:172
yang berbunyi:
Artinya: “Dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
"Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau
Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di
hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)"
Sabda Nabi: “Setiap
orang dilahirkan oleh ibunya atas dasar fitrah (potensi
dasar untuk beragama), maka setelah itu orang tuanya mendidik menjadi
beragama Yahudi dan Nasrani dan Majusi, jika orang tua keduanya beragama Islam,
maka anaknya Muslim (pula)”
2.
Aliran
Empirisme
Aliran ini
adalah kebalikaan dari alairan nativisme. Aliran ini mempercayai bahwa manusia
dapat dibentuk melalui pendidikan dan lingkungan yang tepat. Aliran ini
dipelopori oleh John Locke dengan teori Tabularasnya bahwa anak dilahirkan
dalam keadaan masih bersih dan tidak mengandung apa-apa sehingga dapat dibentuk
atau ditulis sesuai keinginan. Aliran ini juga mempunyai cabang diantaranya :
a.
Aliran
Behavioursme yang menyatakan bahwa pendidikan maha kuasa terhadap perkembangan
anak. Tokoh-tokohnya adalah Pavlov dan Watson. Bahkan Watson menyatakan : “Berikan kepada saya selusin bayi sehat dan
tidak cacat maka saya akan ciptakan sebaik-baiknyaa sesuai dengan lingkungan
mereka dan sesuai keinginan saya, anak tersebut akan menjadi sarjana, insinyur,
seniman, pencuri, atau tipe yang lain”. Karena pendidikan dan lingkungan
sangat dominan dalam perkembangan anak.
·
Relevansi
Empirisme dengan Proses Pendidikan Islam
Pengertian
fitrah tidak hanya mengandung kemampuan dasar pasif yang beraspek hanya pada
kecerdasan semata dalam kaitannya dengan pengembangan ilmu pengetahuan,
melainkan mengandung pula tabiat atau watak dan kecenderungan untuk mengacu
kepada pengaruh lingkungan eksternal, sekalipun tidak aktif. Walaupun demikian
al-Qur’an dan al-Hadits tidak dapat dikatakan sebagai sumber Ilmu Pendidikan
yang berpaham empiris.
Firman Allah dalam S. al-Alaq: 3-4
Artinya : ”Bacalah,
dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran
kalam"
Ayat tersebut
menunjukkan bahwa manusia tanpa melalui belajar niscaya tidak akan mengetahui
segala sesuatu yang ia butuhkan bagi kelangsungan hidupnya di dunia dan akhirat.
Pengetahuan manusia akan berkembang jika diperoleh melalui proses belajar
mengajar.
Sabda Nabi SAW, Artinya : “Tiadaklah
anak dilahirkan atas dasar fitrah, maka kedua orang tuanya mendidiknya menjadi
Yahudi atau Nasrani (H.R. Abu Hurairah). Atas
dasar al-Hadits diatas maka kita dapat memperoleh petunjuk bahwa fitrah sebagai
faktor pembawaan sejak lahir manusia dapat dipengaruhi oleh lingkungan diluar
dirinya, bahkan ia tak akan dapat berkembang sama sekali bila tanpa adanya
pengaruh lingkungan. Dan tanpa penyediaan kesempatan yang cukup memadai (favourable)
maka kemampuan dasar tersebut tidak akan mengalami perkembangan yang progresif
vertikal dan horizontal secara normal dan optimal. Dengan demikian pengaruh lingkungan menjadi
suatu keniscayaan agar kemampuan/ potensi dapat berkembang.
3.
Aliran
Konvergensi
Aliran ini
mencoba mengambil jalan tengah atas dua aliran sebelumnya. Aliran ini
menyatakan bahwa perkembangan seorang anak itu ditentukan oleh kerjasama antara
dua faktor yaitu : pembawaan dan lingkungan. Kedua faktor ini berperan penting
dalam tumbuh kembang seorang anak. Aliran ini di pelopori oleh William Stern.
Perpaduan antara faktor internal dan eksternal adalah faktor yang menentukan
dalam kehidupan seorang anak.
Firman Allah dalam S. al-Insan: 3 yang berbunyi:
Atas dasar ayat tersebut kita dapat menginterpretasikan bahwa
dalam fitrahnya manusia diberi kemampuan untuk memilih jalan yang benar dari
yang salah. Kemampuan memilih tersebut mendapatkan pengarahan dalam proses
pendidikan yang mempengaruhinya. Jelaslah bahwa faktor kemampuan memilih yang
terdapat didalam fitrah (human nature) manusia berpusat pada kemampuan
berpikir sehat (berakal sehat). Dengan demikian berpikir benar dan sehat adalah
merupakan kemampuan fitrah yang dapat dikembangkan melalui pendidikan dan
latihan. Dalam pengertian ini pendidikan Islam berproses secara konvergensis,
yang dapat membawa kepada paham konvergensi dalam pendidikan Islam. [3]
D. Tahapan
pendidikan anak dalam islam
4 tahap bagaimana mendidik anak mengikut sunnah
Rasulullah s.a.w adalah :
1.
Umur anak-anak 0–6 tahun. Pada masa ini, Rasulullah
s.a.w menyuruh kita untuk memanjakan, mengasihi dan menyayangi anak dengan
kasih sayang yg tidak berbatas. Berikan mereka kasih sayang tanpa mengira anak
sulung mahupun bongsu dengan bersikap adil terhadap setiap anak-anak. Tidak boleh dipukul sekiranya
mereka melakukan kesalahan walaupun atas dasar untuk mendidik. Sehingga,
anak-anak akan lebih dekat dengan kita dan merasakan kita sebagai bagian dari
dirinya saat besar, yang dapat dianggap sebagai teman dan rujukan yang terbaik.
Anak-anak merasa aman dalam meniti usia kecil mereka karena mereka tahu anda
(ibu bapak) selalu ada disisi mereka setiap masa.
2.
Umur anak-anak 7–14
tahun. Pada tahap ini kita
mula menanamkan nilai DISIPLIN dan
TANGUNGJAWAB kepada anak-anak. Menurut hadits Abu Daud,
“Perintahlah anak-anak kamu supaya mendirikan shalat ketika berusia tujuh tahun
dan pukullah mereka karena meninggalkan shalat ketika berumur sepuluh tahun dan
asingkanlah tempat tidur di antara mereka (lelaki dan perempuan). Pukul itu
pula bukanlah untuk menyiksa, cuma sekadar untuk mengingatkan mereka. Janganlah
dipukul bagian muka karena muka adalah tempat penghormatan seseorang. Allah SWT
mencipta sendiri muka Nabi Adam. Sehingga,
anak-anak akan lebih bertanggungjawab pada setiap suruhan terutama dalam
mendirikan sholat. Inilah masa terbaik bagi kita dalam memprogramkan
kepribadian dan akhlak anak-anak mengikut acuan Islam. Terserah pada ibu bapak
apakah ingin menjadikan mereka seorang muslim, yahudi, nasrani ataupun majusi.
3.
Umur anak-anak 15- 21 tahun. Inilah fasa remaja yang penuh
sikap memberontak. Pada tahap ini, ibubapa seeloknya mendekati anak-anak
dengan BERKAWAN dengan
mereka. Banyakkan berborak dan berbincang dengan mereka tentang perkara yang
mereka hadapi. Bagi anak remaja perempuan, berkongsilah dengan mereka tentang
kisah kedatangan ‘haid’ mereka dan perasaan mereka ketika itu. Jadilah
pendengar yang setia kepada mereka. Sekiranya tidak bersetuju dengan sebarang
tindakan mereka, hindari menghardik atau memarahi mereka terutama dihadapan
saudara-saudaranya yang lain tetapi gunakan pendekatan secara diplomasi
walaupun kita adalah orang tua mereka. Sehingga, tidak ada orang ketiga atau
‘asing’ akan hadir dalam hidup mereka sebagai tempat rujukan dan pendengar
masalah mereka. Mereka tidak akan terpengaruh untuk keluar rumah untuk mencari
kesenangan lain karena memandangkan semua kebahagian dan kesenangan telah ada
di rumah bersama keluarga.
4.
Umur anak 21 tahun dan ke
atas. Fase ini adalah
masa ibu bapak untuk memberikan sepenuh KEPERCAYAAN kepada anak-anak dengan memberi KEBEBASAN dalam membuat keputusan
mereka sendiri. Ibu bapak hanya perlu pantau, menasehati dengan diiringi doa
agar setiap tindakan yang diambil mereka adalah betul. Berawal dari
pengembaraan kehidupan mereka yang benar di luar rumah. InsyaAllah dengan
segala displin yang diasah sejak tahap ke-2 sebelum ini cukup menjadi benteng
diri buat mereka. Ibu bapak jangan lelah untuk menasihati mereka, kerana
kalimat nasihat yang diucap sebanyak 200 kali atau lebih terhadap anak-anak
mampu membentuk tingkah aku yang baik seperti yang ibu bapak inginkan.
Tiada manusia dilahirkan tanpa
titik permulaan. Sesungguhnya fase yang terpenting dalam pertumbuhan setiap
anak-anak adalah pada fase yang pertama mengikuti pendidikan Rasulullah S.A.W
seperti di atas. Tahap ini dianggap paling penting karena ketika inilah asas
dalam kerohanian anak-anak yang sehat terbentuk.
Termasuk perilaku, anak-anak
yang diberi perhatian dan kasih sayang yang cukup akan membesar dengan penuh
yakin dan lebih mudah mendengar kata. Sebaliknya bagi anak-anak yang kurang
diberi perhatian, mereka mudah memberontak dengan melakukan perkara yang
dilarang walaupun berulang kali ditegur. Mereka percaya itulah cara terbaik
bagaimana untuk menarik perhatian anda lagi.[4]
E. Pendidikan
Aqidah
Pengertian Pendidikan
Aqidah Pendidikan berasal dari kata dasar “didik” yang mengandung arti pelihara
dan latih. Konsep pendidikan dalam bentuk praktik mengarah pada pengertian
pendidikan sebagai suatu “proses”. Sedangkan pengertian pendidikan dilihat dari
historisnya, pendidikan berasal dari bahasa Yunani “paedagogie” yang berarti
bimbingan yang diberikan kepada anak. Dalam bahasa Arab kata pendidikan berasal dari
kata rabba-yurabbitarbiyatan, berarti mendidik, mengasuh dan memelihara.Bahasa
Arab pendidikan sering diambilkan dari kata „allama dan addaba. Kata allama
berarti mengajar (menyampaikan pengetahuan), memberitahu, mendidik. Sedang kata
addaba lebih menekankan pada melatih, memperbaiki, penyempurnaan akhlak (sopan
santun) dan berbudi baik. Namun kedua kata tersebut jarang digunakan untuk
diterapkan sebagai wakil dari kata pendidikan, sebab pendidikan itu harus
mencakup keseluruhan, baik aspek intelektual, moralitas atau psikomotorik dan
afektif.
Dengan demikian, ada
tiga istilah pendidikan dalam konteks Islam yang digunakan untuk mewakili kata
pendidikan, yaitu tarbiyah, ta‟lim dan ta‟dib. Dalam kaitannya dengan hal
tersebut, kata tarbiyah dipandang tepat untuk mewakili kata pendidikan, karena
kata tarbiyah mengandung arti memelihara, mengasuh dan mendidik yang ke
dalamnya sudah termasuk makna mengajar atau „allama dan menanamkan budi pekerti
(addaba).
Adapun pengertian aqidah secara etimologi adalah
bentuk masdar dari kata” „aqoda-ya‟qidu-„aqidan-„aqidatan yang berarti
simpulan, ikatan, perjanjian, dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi aqidah
berarti keyakinan. Relevansi antara arti kata aqdan dan aqidah adalah
keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di dalam hati, bersifat mengikat dan
mengandung perjanjian. Sedangkan menurut istilah aqidah terdapat beberapa
definisi diantaranya: Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy mengatakan akidah
“Yaitu sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia
berdasarkan akal, wahyu, dan fitrah.
Kebenaran itu
dipatrikan di dalam hati dan diyakini kesahihan dan keberadaannya secara pasti,
dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.” 15 Menurut
Gustave Le Bon, pujangga prancis yang terkenal dan seorang ahli kemasyarakatan
dalam kitabnya Al Araa‟ wal Mu‟taqadat mentakrifkan bahwa aqidah ialah keimanan
yang tumbuh dari suatu sumber yang tak dapat dirasakan yang memaksa manusia
mempercayai sesuatu ketentuan tanpa dalih.16 Sedangkan ulama‟ fiqh
mendefinisikan akidah sebagai berikut: Akidah ialah sesuatu yang diyakini dan
dipegang teguh, sukar sekali untuk diubah. Ia beriman berdasarkan dalil-dalil
yang sesuai dengan kenyataan, seperti beriman kepada Allah Swt. Para Malaikat
Allah, Kitab-kitab Allah, dan Rasul-rasul Allah, adanya kadar baik dan buruk,
dan adanya hari akhir.
Pendidikan akidah adalah
suatu proses usaha yang berupa pengajaran, bimbingan, pengarahan, pembinaan kepada
manusia agar nantinya dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan akidah Islam
yang telah diyakini secara menyeluruh, mengembangkan dan memantapkan
kemampuannya dalam mengenal Allah, serta menjadikan akidah Islam itu sebagai
suatu pandangan hidupnya dalam berbagai kehidupan baik pribadi, keluarga,
maupun kehidupan masyarakat demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia
dan akhirat dengan dilandasi oleh keyakinan kepada Allah semata. Hal ini sesuai
dengan karakteristik ajaran Islam sendiri yaitu, mengesakan Allah dan
menyerahkan diri kepada-Nya. Allah-lah yang mengatur hidup dan kehidupan umat
manusia dan seluruh alam. Dialah yang berhak ditaati dan dimintai
pertolongan-Nya.
Dasar pendidikan aqidah
adalah al-Qur‟an dan as-Sunnah Artinya apa saja yang disampaikan Allah dalam
al-Qur‟an dan oleh rasul-Nya dalam sunnahnya wajib diimani dan diamalkan.19 a.
Al-Qur‟an Al-Qur‟an dijadikan sumber pendidikan yang pertama dan utama karena
ia memiliki nilai absolut yang diturunkan dari Tuhan. Menciptakan manusia dan
Dia pula yang mendidik manusia, yang mana isi pendidikan itu termaktub dalam
wahyu-Nya.
Pendidikan aqidah
terhadap anak dijelaskan dalam beberapa ayat dalam al Quran diantaranya surat
al-Baqarah ayat 133, tentang wasiat nabi Ya‟kub kepada anaknya untuk selalu
menyembah Allah sampai akhirhayatnya, surat lain yang menyebutkan pendidikan
aqidah adalah surat Luqman ayat 13:
“Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada
anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah
kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar”. (Q.S. Luqman [31:13]).
Al-Quran
sebagai sumber segala sumber hukum Islam hanyalah memuat prinsip-prinsip dasar
ajaran Islam. Untuk
menguraikan prinsip-prinsip dasar
tersebut secara rinci merupakan contoh dan petunjuk bahwa seluruh kandungan
al-Qur‟an masih perlu penjelasan. Penjelasan al-Qur‟an dapat dijumpai dalam
sunnah Rasul.
Sunnah rasul
itu merupakan cermin dari segala tingkah laku Rasulullah saw yang harus
diteladani. Inilah salah satu alat pendidikan yang paling efektif dalam
pembentukan pribadi. Karena keglobalan al-Qur‟an dan tidak dapat diurai kecuali
melalui sunnah rasul, maka sumber kedua setelah al-Qur‟an ialah sunnah rasul
tersebut.
Sedangkan akal
tidaklah menjadi sumber aqidah, tetapi hanya berfungsi memahami nash-nash yang
terdapat dalam kedua sumber tersebut dan mencoba kalau diperlukan- membuktikan
secara ilmiah kebenaran yang disampaikan oleh al-Qur‟an dan sunnah. Itupun
harus didasari oleh suatu kesadaran bahwa kemampuan akal sangat terbatas,
sesuai dengan terbatasnya semua makhluk Allah. Akal tidak akan mampu menjangkau
masail ghaibiyah (masalah ghaib), bahkan akal tidak akan mampu menjangkau
sesuatu yang tidak terikat dengan ruang dan waktu. Oleh Karena itu akal tidak
boleh dipaksa memahami hal-hal ghaib tersebut.[5]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Islam menyadari
tugas berat yang dibebankan kepada manusia sehingga untuk mewujudkan hal
tersebut manusia harus memaksimalkan potensi yang mereka miliki yaitu dengan
cara belajar serta menempuh pendidikan. Potensi dalam diri manusia yaitu potensi intelektual,aqidah, dan
keberagaman. Ada 3 aliran yang membahas tentang
potensi-potensi dalam diri manusia yang selanjutnya mempengaruhi pola
pendidikan yang dijalankan dalam kehidupan selama ini yaitu aliran Nativisme,
Empirisme, dan konvergensi. Tahapan pendidikan anak usia dini mengikuti pendidikan yang pernah
diterapkan oleh rasulullah. Pendidikan
akidah adalah suatu proses usaha yang berupa pengajaran, bimbingan, pengarahan,
pembinaan kepada manusia agar nantinya dapat memahami, menghayati, dan
mengamalkan akidah Islam yang telah diyakini secara menyeluruh, mengembangkan
dan memantapkan kemampuannya dalam mengenal Allah, serta menjadikan akidah
Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya dalam berbagai kehidupan baik
pribadi, keluarga, maupun kehidupan masyarakat demi keselamatan dan
kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat dengan dilandasi oleh keyakinan kepada
Allah semata.
B.
Saran
Dalam penyusunan makalah penulis
sadar bahwa banyak kesalahan, Oleh karena itu,
agar membangun dan menyempurnakan makalah tersebut di perlukan kritik atau
saran dari para pembaca dan mudah mudahan dengan cara ini penulis bisa
membuatnya lebih baik lagi. Dan juga makalah
ini bermaksud untuk mengingatkan akan pentingnya mengetahui bagaimana mengenai pendidikan anak usia dini.
DAFTAR PUSTAKA
Hastati,
Netty dkk. Islam dan Psikologi. Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada. 2005
Praja, Juhaya S. Aliran-Aliran Filsafat
dan Etika. Bandung: Yayasan Piara. 1997
Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.
Alwisol. 2007. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM
Press.
Jamal Abdurrahman,
Tahapan Mendidik Anak: Teladan Rasulullah, terjemahan oleh Bahrun Abu Bakar,
judul asli ”Athfalul Muslimin Kaifa Rabbahumunnabiyul Amin”, Bandung, Irsyad
Baitus Salam, 2005.
http://arizhu.blogspot.com/2013/02/jenis-jenis-potensi-yang-ada-pada-diri.html
https://www.lyceum.id/inilah-4-potensi-manusia-menurut-al-quran/
https://mellyhandayanicyrus.wordpress.com/2015/05/16/kebutuhan-perkembangan-anak/
http://tkhjnartini.blogspot.com/2016/01/kebutuhan-anak-usia-dini.html
http://asfahani0.blogspot.com/2013/11/perspektif-islam-terhadap-aliran.html
[1] http://arizhu.blogspot.com/2013/02/jenis-jenis-potensi-yang-ada-pada-diri.html
Buku Pendidikan Islam Anak Usia Dini, oleh :
nadlifah, suismanto, hafidz ‘aziz
[2] http://tkhjnartini.blogspot.com/2016/01/kebutuhan-anak-usia-dini.html
Buku Pendidikan Islam Anak Usia Dini, oleh :
nadlifah, suismanto, hafidz ‘aziz
[3] http://asfahani0.blogspot.com/2013/11/perspektif-islam-terhadap-aliran.html
Buku Pendidikan Islam Anak Usia Dini, oleh :
nadlifah, suismanto, hafidz ‘aziz