A. Pengertian Teori Pemerolehan Bahasa
Bahasa merupakan
alat komunikasi yang diperoleh manusia sejak lahir. Pada awal bayi dilahirkan
belum memiliki kemampuan dalam berbicara dengan orang lain. Penguasaan sebuah
bahasa oleh seorang anak dimulai dengan perolehan bahasa pertama yang sering
kali disebut bahasa ibu. Pemerolehan bahasa merupakan sebuah proses yang sangat
panjang sejak anak belum mengenal sebuah bahasa sampai fasih berbahasa.[1]
Pemerolehan bahasa
didefinisikan sebagai proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara
natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya
(Dardjowidjojo, 2005: 225). Pemerolehan bahasa tersebut merupakan proses
bawah sadar, atau proses mental yang mengarah pada kompetensi berbahasa dan
penguasaan tata bahasa (Richard, 2002: 284).[2]
Chaer (2009)
menyatakan bahwa pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang
berlangsung di dalam otak seorang kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa
pertamanya atau bahasa ibunya. Woozley dalam jurnal internasional yang berjudul
Second Language Acquisition and the
Communicative Approach menyatakan bahwa, “learning a language was seen as a process of habit formation resulting
from input and positive reinforcement of correct habits, negative reinforcement
of mistakes. The learner was a blank canvas who learned a language as a set of
habits through imitation. Mistakes were seen as unwanted interference from the
habits acquired with the learner’s first language.” Artinya bahwa belajar
bahasa merupakan proses pembentukan kebiasaan yang dihasilkan dari input dan
kebiasaan penguatan positif dari yang benar dan penguatan negatif dari
kesalahan.[3]
Jadi, dapat
disimpulkan bahwa pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung terhadap
anak-anak yang belajar menguasai bahasa pertama atau bahasa ibu sedangkan
pembelajaran bahasa berkenaan dengan pemerolehan bahasa kedua, dimana bahasa
diajarkan secara formal kepada anak.
B.
Teori-teori Pemerolehan Bahasa
Teori
pemerolehan bahasa pada anak meliputi teori behaviorisme, nativisme,
kognitivisme, dan interaksionisme.
1.
Teori Behaviorisme
Kata behaviorisme berasal dari bahasa Inggris
yaitu “behavior” artinya tingkah laku, reaksi total. Kemudian diberi akhiran
isme menjadi behaviorisme yang berarti aliran dalam psikologi yang obyek
penelitiannya adalah sesuatu yang dapat diindra yaitu perilaku yang tampak.[4]
Teori behavioristik menekankan bahwa
pemerolehan bahasa pada anak karena adanya pengajaran dari lingkungan
sekitarnya.[5]
2.
Teori Nativisme
Menurut aliran ini, bahasa adalah sesuatu
yang kompleks dan rumit sehingga mustahil dapat dikuasai dalam waktu yang
singkat melalui “peniruan”. Nativisme juga percaya bahwa setiap manusia yang
lahir sudah dibekali dengan suatu alat untuk memperoleh bahasa (language
acquisition device, disingkat LAD). Mengenai bahasa apa yang akan
diperoleh anak bergantung pada bahasa yang digunakan oleh masyarakat sekitar.
Sebagai contoh, seorang anak yang dibesarkan di lingkungan Amerika sudah pasti
bahasa Inggris menjadi bahasa pertamanya. Semua anak yang normal dapat
belajar bahasa apa saja yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Apabila
diasingkan sejak lahir, anak ini tidak memperoleh bahasa.
3.
Teori Kognitivisme
Menurut teori kognitivisme, yang paling utama
harus dicapai adalah perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar
dalam bentuk keterampilan berbahasa. Menurut pandangan kognitif, penguasaan dan
perkembangan bahasa anak ditentukan oleh daya kognitifnya. Lingkungan tdak
serta merta memberikan pengaruhnya terhadap perkembangan intelektual dan bahasa
anak, kalau si anak sendiri tidak melibatkan secara aktif dengan lingkungannya.
Dengan kata lain, anaklah yang berperan aktif untuk terlibat dengan
lingkungannya agar penguasaan bahasanya dapat berkembang secara optimal (W. et
al. 2017).
4.
Teori Interaksionisme
Teori interaksionisme beranggapan bahwa
pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi antara kemampuan mental pembelajaran
dan lingkungan bahasa. Pemerolehan bahasa itu berhubungan dengan adanya
interaksi antara masukan “input” dan kemampuan internal yang dimiliki
pembelajar. Setiap anak sudah memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa ada
masukan yang sesuai tidak mungkin anak dapat menguasai bahasa tertentu secara
otomatis. Singkatnya teori ini menggabungkan antara teori nativisme dan
kogintifisme.
C.
Proses Pemerolehan Bahasa
1. Vokalisasi Bunyi
Pada
umur sekitar 6 minggu, bayi mulai mengeluarkan bunyi-bunyi dalam bentuk
teriakan, rengekan, dekur. Bunyi yang dikeluarkan oleh bayi mirip dengan bunyi
konsonan atau vokal. Setelah tahap vokalisasi, bayi mulai mengoceh (babling).
Adapun umur si bayi mengoceh tak dapat ditentukan dengan pasti. Mar’at
menyebutkan bahwa tahap ocehan ini terjadi pada usia antara 5 dan 6
bulan.
2. Tahap Satu-Kata atau Holofrastis
Tahap
ini berlangsung ketika anak berusia antara 12 dan 18 bulan. Ujaran-ujaran yang
mengandung kata-kata tunggal diucapkan anak untuk mengacu pada benda-benda yang
dijumpai sehari-hari. Menurut pendapat beberapa peneliti bahasa anak, kata-kata
dalam tahap ini mempunyai tiga fungsi, yaitu kata-kata itu dihubungkan dengan
perilaku anak itu sendiri atau suatu keinginan untuk suatu perilaku, untuk
mengungkapkan suatu perasaan, untuk memberi nama kepada suatu benda. Dalam
bentuknya, kata-kata yang diucapkan itu terdiri dari konsonan-konsonan yang
mudah dilafalkan seperti m,p,s,k dan vokal-vokal seperti a,i,u,e.
3. Tahap Dua-Kata, Satu Frase
Tahap
ini berlangsung ketika anak berusia 18-20 bulan. Ujaran-ujaran yang terdiri
atas dua kata mulai muncul seperti mama dan papa ikut. Kalau pada tahap
holofrastis ujaran yang diucapkan si anak belum tentu dapat ditentukan makna,
pada tahap dua kata ini, ujaran si anak harus ditafsirkan sesuai dengan
konteksnya.
4. Ujaran Telegrafis
[1] Suci
rani Fatmawati, “Pemerolehan Bahasa
Pertama Anak Menurut Tinjauan Psikolinguistik”. Pemerolehan Bahasa Pertama
anak. Vol. XVII No. Hal 64.
[2] Siti
Salamah, “Studi Ringkas Pemerolehan
Bahasa Pada Anak” (https://core.ac.uk/download/pdf/289909679.pdf Diakses
pada 15 September 2020, 09:54).
[3] Meilan
Arsanti. “Pemerolehan Bahasa pada Anak
(kajian Psikolinguistik)”. Jurnal PBSI. Vol. 3 No.2. hal 25.
[4] Alam
Budi Kusuma. “Pemerolehan Bahasa Pertama Sebagai Dasar Pembelajaran Bahasa
Kedua (Kajian Psikolinguistik)”. (https://journal.staimsyk.ac.id/index.php/almanar/article/download/10/25 Diakses
pada 2020 September 16, 20:17).
[5] Siti
Salamah, “Studi Ringkas Pemerolehan
Bahasa Pada Anak” (https://core.ac.uk/download/pdf/289909679.pdf Diakses
pada 15 September 2020, 09:54).