Powered By Blogger

Kamis, 22 Desember 2022

Pendidikan Anak dalam Islam


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Pendidikan dalam pandangan Islam dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari tujuan pendidikan. Peningkatan potensi spritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.

B.     Rumusan masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan pendidikan anak dalam islam ?

2.      Apa yang dimaksud dengan pendidikan keimanan ?

3.      Apa yang dimaksud dengan pendidikan moral ?

4.      Apa yang dimaksud dengan pendidikan akal ?

5.      Apa yang dimaksud dengan pendidikan kejiwaan ?

6.      Apa yang dimaksud dengan pendidikan sosial ?

7.      Apa yang dimaksud dengan pendidikan seksual ?

C.     Tujuan penulisan

1.      Mengetahui yang dimaksud pendidikan anak dalam islam

2.      Mengetahui yang dimaksud pendidikan keimanan

3.      Mengetahui yang dimaksud pendidikan moral

4.      Mengetahui yang dimaksud pendidikan akal

5.      Mengetahui yang dimaksud pendidikan fisik

6.      Mengetahui yang dimaksud pendidikan sosial

7.      Mengetahui yang dimaksud pendidikan seksual

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Pendidikan Anak dalam Islam

Pendidikan dalam pandangan Islam dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan membentuk anak agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari tujuan pendidikan. Peningkatan potensi spritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.

1.    Pendidikan Keiman

Pendidikan keiman adalah membuka kehidupan anak dengan kalimat tauhid La ilahaillah.. Aspek menekankan bahwa dari lahir seorang anak harus di perkenalkan dan di latih untuk selalu mengingat lafal tauhid tersebut. Kemudian, memberikan pemahaman tentang perintah ibadah saat umurnya beranjak tujuh tahun. Dalam hadist Al-Hakim dan Abu Dawud dari hadist Ibnu Amru bin Al-Ash bahwa Rasullullah bersabda:

“Perintahkan anak-anak kamu melaksanakan sholat pada usia tujuh tahun, dan disaat mereka telah beranjak sepuluh tahun pukullah mereka jika tidak melaksanakannya, dan pisahkanlah tempat tidurnya”

Di qiyaskannya perintah sholat, maka hendaknya membiasakan ibadah lain yang kemudian dirasa anak mampu melakukannya, contoh puasa. Kegiatan seperti MABIT bisa menjadi sebuah media agar anak bisa belajar mandiri dan mulai merasakan terpisah tidur bersama orang tua.

Pendidikan keimanan mutlak diperlukan sekaligus agar potensi iman dalam diri anak dapat berkembang sesuai dengan tuntutan ajaran keimanan dalam Islam. Di sini pendidikan keimanan dipahami sebagai upaya mengikat anak dengan dasar-dasar iman, rukun Islam dan dasar-dasar syari’ah  sejak anak mulai mengerti dan dapat memahami sesuatu.

Pengertian pendidikan keimanan di atas boleh dikatakan sangat luas, karena tidak hanya memberikan dasar-dasar keimanan kepada anak, tetapi juga rukun Islam dan dasar-dasar syari’ah secara menyeluruh. Pada prinsipnya satu sama lain aspek-aspek tersebut memang saling terkait sebagai totalitas ajaran Islam yang harus ditanamkan kepada anak melalui keimanan kepada Allahdan ajaran yang diwahyukan-Nya.

Secara lebih khusus di sekolah-sekolah proses pembelajaran seperti  itu merupakan pendidikan keagamaan atau pendidikan agama Islam yang isinya diarahkan pada pendidikan al-Quran, Tauhid (keimanan), Hadits, Fikih, Tafsir, Kebudayaan Islam dan ajaran hidup nabi saw. Tampak jelas bahwa pendidikan keimanan (tauhid) termasuk bahagian integral dari pendidikan keagamaan (pendidikan agama Islam) sebagai program pengajaran di sekolah.

 

2.    Pendidikan Moral

Prinsip dasar pendidikan moral Islam didasarkan pada pendidikan Islam. Jiwa pendidikan Islam adalah akhlak atau pendidikan karakter/moral. Moral atau akhlak mulia merupakan buah yang dihasilkan dari penerapan syariah yang dilandasi oleh fondasi aqidah yang kokoh. Dalam Al-quran ditemukan banyak sekali pokok keutamaan moral atau akhlak yang dapat digunakan untuk membedakan perilaku seorang muslim. Rasulullah SAW. bersabda : “sebaik-baik kamu adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. At-Tirmidzi)

Pendidikan moral adalah pendidikan untuk menjadikan anak manusia bermoral atau bermanusiawi. Artinya pendidikan moral adalah pendidikan yang bukan mengajarkan tentang akademik, namun non akademik khususnya tentang sikap dan bagaimana perilaku sehari-hari yang baik.

Pengertian moral dapat dipahami dengan mengklasifikasikannya sebagai berikut:

·         Moral sebagai ajaran kesusilaan, berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan tuntutan untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik dan meningalkan perbuatan jelek yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dalam suatu masyarakat.

·      Moral sebagai aturan, berarti ketentuan yang digunakan oleh masyarakat untuk menilai perbuatan seseorang apakah termasuk baik atau sebaliknya buruk.

·      Moral sebagai gejala kejiwaan yang timbul dalam bentuk perbuatan, seperti berani, jujur, sabar, gairah dan sebagainya.

 

3.    Pendidikan Fisik

Apek kesehatan fisik lebih banyak memahamkan kepada anak untuk bisa mengerti dan menjalankan aturan-aturan kesehatan dalam makan dan minum, membentengi diri dari penyakit menular, mengobati penyakit, dan menerapkan prinsip tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain. Semua hal tersebut berkaitan dengan adab anak terhadap diri nya sendiri dalam berinteraksi dengan cara hidupnya, dan berinteraksi dengan lingkungan.

Dengan memenuhi kebutuhan makanan yang seimbang, memberi waktu tidur dan aktivitas yang cukup agar pertumbuhan fisiknya baik dan mampu melakukan aktivitas seperti yang disunahkan Rasulullah: “ Ajarilah anak-anakmu memanah, berenang dan menunggang kuda.” (HR. Thabrani)

 

4.    Pendidikan Akal

Akal merupakan jalinan budi dan hati. Dari budi akal mendapat pengetahuan, dari hati mendapat penghayatan. Antara budi dan hati, antara pengetahuan dan penghayatan terjalin interaksi yang dapat melahirkan ruh berupa: nafsu amarah, yang suka menyuruh kepada kejahatan. Nafsu lawwaamah, yang berjuang antara kebaikan dan kejahatan. Nafsu musauwilah, yang pandai meniup, sehingga kejahatan nampak sebagai kebaikan. Nafsu muthmainnah, yang tenang dan tentram.

Oleh sebab itu, akal harus dididik, dibekali ilmu pengetahuan, sehingga mampu terhindar dari melakukan perbuatan tercela seperti menyontek, mencuri, mabuk-mabukan dan sebagainya. Dengan demikian, anak yang terbina akalnya dan telah terkendali hawa nafsunya dengan pendidikan, maka ia akan menjadi orang yang bermental tangguh, tawakal, tidak mudah terjerumus dan siap menghadapi ujian kehidupan. Indikasinya, anak tersebut akan memiliki jiwa yang tenang, tidak lekas berputus asa karena dengan akal dan pikirannya ia menemukan berbagai rahasia dan hikmah yang ada dibalik ujian dan kesulitan yang dihadapi. Baginya kesulitan dan tantangan bukan dianggap sebagai beban yang membuat dirinya lari dari Allah SWT, melainkan harus dihadapi dengan tenang dan mengubahnya menjadi peluang rahmat dan kemenangan.

Membekalinya dengan ilmu pengetahuan yang benar, akal mestilah diterangi oleh agama. Inilah sebabnya mengapa Islam menghukumkan menuntut ilmu dan agama adalah keharusan (wajib) bagi setiap muslim. Ilmu mengatur dan menuntun manusia dalam urusan dunia. Agama mengatur dan menuntun kepada kebaikan kehidupan ukhrawi. Keduanya harus seimbang, senada dengan sebuah hadits yang mengatakan “tidak ada agama bagi orang yang tidak memiliki akal”. Manusia adalah makhluk yang berakal, akan tetapi tidak semuanya mampu mempergunakan akalnya dengan baik.

Pada aspek ini para orang tau diminta untuk bisa memberikan pengetahuan semenjak kecil terhadap hakikat-hakikat berikut ini:

a.    Keabadian Islam dan relevansinya sepanjang ruang dan waktu.

b.    Para pendahulu Islam bisa meraih kemuliaan, kekuatan, dan peradaban dikarenakan ketinggian agama Islam dan ditetapkannya sebagai undang-undang dan syariat.

c.    Memberikan suatu pemantik untuk anak agar bisa memahami tantangan-tantangan yang di buat oleh musuh-musuh Islam. Misal: tantangan informasi media yang bisa menjadikan contoh buruk bagi anak. Media tersebut bisa dari TV, Media Sosial, dan pergaulan lingkungan.

 

5.    Pendidikan Kejiwaan

Pendidikan kejiwaan adalah suatu proses atau usaha untuk menjadikan anak menjadi harmonis jiwanya. Adapun usaha orang tua yang dapati dilakukan yaitu dengan membantu anak terbebas dari gejala-gejala gangguan jiwa, berusaha membantu memecahkan problem-problem dalam hidup, berusaha untuk membantu mengembangkan potensi, bakat, dan minat, serta membantu anak untuk mempunyai kepribadian yang mulia.

Pendidikan kejiwaan secara spesifik yaitu usaha atau proses yang dilakukan untuk membebaskan anak dari pribadi minder, penakut rendah diri, iri hati, dan pemarah, sehingga tercipta anak-anak yang mempunyai watak pemberani, berterus terang, perkasa, merasa sempurna, senang berbuat baik pada orang lain, mampu mengontrol emosi, serta memiliki semua keutamaan jiwa dan akhlak. Adapun dasar minder, penakut, rendah diri, iri hati, dan pemarah termasuk dalam pembahasan mental juga dikarenakan oleh pernyataan Kartini Kartono dan Jenny Andari yang mengatakan bahwa “penyakit mental juga ditandai dengan fenomena ketakutan, pahit hati, hambar hati, apatis, cemburu, iri hati, dengki, kemarahan-kemarahan yang eksplosif, ketegangan batin yang kronis, dan lain- lain”.

 

6.    Pendidikan Sosial

Pendidikan sosial adalah sebagai proses sosialisasi anak, yang berarti akan mengarahkan kegiatannya pada sosialisasi anak dalam lingkungan sosial. Menurut Santoso S. Hamidjojo sebagaimana dikutip St.Vembriarto, mengatakan bahwa pendidikan sosial adalah suatu proses yang diusahakan dengan sengaja di dalam masyarakat untuk mendidik (atau membina, membimbing, membangun) individu dalam lingkungan sosial dan alamnya supaya secara bebas dan bertanggungjawab menjadi pendorong ke arah perubahan dan kemajuan.[11]

Sedangkan M. Ngalim Purwanto berpendapat bahwa pendidikan sosial adalah pengaruh yang disengaja yang datang dari pendidik-pendidik (seperti nenek, paman dan bibi, ayah dan ibu, dan guru-guru), dan pengaruh itu berguna untuk:

a.       Menjadikan anak itu anggota yang baik dalam golongannya,

b.      Mengajar anak itu supaya dengan sabar berbuat sosial dalam masyarakat, seperti dalam rapat-rapat di jalan, dalam kereta api, di pasar, di dalam gedung bioskop, di Kantor Pos, di warung koperasi, dan sebagainya. Pendeknya, di mana dan bilamana saja ia berhubungan dengan orang-orang lain.12

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut di atas, dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan sosial adalah usaha mempengaruhi yang dilakukan dengan sadar, sengaja dan sistematis agar individu dapat membiasakan diri dalam mengembangkan dan mengamalkan sikap-sikap dan perilaku sosial dengan baik dan mulia dalam lingkungan masyarakat sesuai dengan hak dan kewajibannya sebagai anggota masyarakat dan sebagai warga negara.

Semenjak anak terlahir ke dunia dan menjadi amanah para orang tua, agama Islam memerintahkan kepada mereka untuk menanamkan dasar-dasar kesehatan semenjak masih kecil, agar menjadi manusia yang berakal matang, memiliki pemikiran yang lurus, tindakan yang seimbang dan kemauan yang tinggi. Begitu juga orang tua hendaklah membebaskan anak-anak dari segala faktor yang membutakan kemuliaannya, menghancurkan eksistensi kepribadiannya, dan yang menjadikannya memandang dunia dengan pandangan sinis, penuh kebencian dan pesimis.

7.    Pendidikan Seksual

Ada beberapa pokok pendidikan seks (sex education) secara  praktis yang dapat diterapkan pada anak sejak dini yaitu:

a.    Menanamkan Jiwa Maskulinitas pada anak laki-laki dan menanamkan jiwa feminitas Anak Perempuan. Orang tua harus memberikan pakaian yang sesuai dengan jenis kelamin anak, sehingga mereka terbiasa untuk berprilaku sesuai dengan fitrahnya. Mereka juga harus diperlakukan sesuai dengan jenis kelaminnya.

b.    Mendidik Menjaga Kebersihan Alat Kelamin. Yaitu memberitahu anak untuk menjaga kebersihan alat kelamin selain agar bersih dan sehat sekaligus juga mengajari anak tentang najis.

c.    Menanam kan rasa malu terhadap anak. Rasa malu harus ditanamkan kepada anak sejak dini. Jangan biasakan anak-anak, bertelanjang di depan orang lain; misalnya ketika keluar kamar mandi, berganti pakaian, dan sebagainya. Dan membiasakan anak untuk selalu menutup auratnya.

 

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dalam perspektif islam, anak merupakan amanah (titipan) Allah SWT yang harus dijaga, dirawat, diberikan kasih sayang, dipelihara dengan sebaik-baiknya oleh setiap orang tua. Menurut Imam Al-Ghazali metode melatih anak merupakan perkara yang terpenting dan paling utama. Sejak lahir, anak telah diberikan potensi yang dapat dikembangkan sebagai penunjang kehidupannya di masa depan. Bila anak dilatih untuk mengerjakan kebaikan, ia akan tumbuh menjadi orang yang baik dan bahagia di dunia dan di akhirat. Bila potensi-potensi ini tidak diperhatikan, pada nantinya anak akan mengalami hambatan-hambatan dalam pertumbuhan maupun perkembangannya.

Cara orang tua menjaga anaknya adalah dengan mendidik dan mengajarkan akhlak yang baik serta menjaganya dari perilaku buruk lingkungan sekitar anak. Apabila anak-anak telah menunjukkan tanda-tanda dan mampu membedakan antara yang baik dan buruk, maka orang tua harus terus meningkatkan pengawasannya kepada anak. Bila anak mulai muncul rasa malu dan memiliki rasa segan, serta tidak mau melakukan beberapa hal tertentu, dengan begitu anak sudah mulai bisa berpikir dengan baik sehingga mengetahui perkara yang tidak baik dan anak mulai malu untuk melakukan hal-hal yang tidak baik tersebut.

Orang tua atau pendidik hendaknya memprioritaskan pendidikan agama yang berorientasi kepada akhirat sebagai bekal untuk anak-anaknya sebelum memberikan pendidikan formal yang berorientasi keduniawian. Orang tua sudah semestinya mendampingi anak-anaknya ketika berada di rumah maupun diluar rumah. Oleh sebab itu dalam Islam mewajibkan semua orang tua agar menjadi teladan baik bagi anaknya. Lebih mendalami sumber utama ajaran Islam yaitu Alquran dan hadits dengan membaca tafsir-tafsir atau buku-buku keislaman lainnya sebagai tuntunan dalam kehidupan sehari hari dalam mendidik anak.

 

 

Daftar Pustaka

Jurnal pendidikan agama islam volume 03, nomer 01 mei 2015

Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996)

Kartini Kartono dan Jenny Andari, Hygiene Mental dan Kesehatan

Mental dalam Islam, (Bandung: Mandar Maju, 1989)

St. Vembriarto, Pendidikan Sosial, (Yogyakarta: Paramita, 1981)